Ilustrasi
Buruh Sumatera Selatan lakukan aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur
(SPNEWS) Palembang, Puluhan buruh menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Sumsel lantaran menolak penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2021 yang tidak naik.
Pimpinan buruh di Sumatera Selatan Abdullah Anang, mengatakan pihaknya menuntut agar gubernur Sumsel dapat menaikkan UMP 2021 seperti 5 provinsi lain di Tanah Air.
“Aksi ini sebagai sikap kami yang menolak penetapan UMP 2021 karena itu sangat merugikan buruh, kami berharap gubernur bisa menaikan upah untuk tahun depan,” katanya, Rabu (11/11/2020).
Anang mengatakan saat ini kondisi buruh di Sumsel sangat terdampak pandemi Covid-19, sehingga butuh tunjangan hidup yang lebih besar.
Diketahui, Gubernur Sumsel Herman Deru telah menandatangani SK Gubernur Sumsel tentang UMP 2021 sebesar Rp3,04 juta per bulan. Jumlah itu tidak mengalami perubahan dibanding tahun 2020. Dia menambahkan selain menolak SK Gubernur Sumsel tentang UMP 2021 pihaknya juga menyampaikan 4 tuntutan lainnya kepada kepala daerah Sumsel.
Adapun ke-4 tuntutan lainnya, yaitu meminta Presiden RI untuk menerbitkan PERPPU Pembatalan UU Cipta Kerja atau omnibus law. Kemudian, menuntut Gubernur Sumsel untuk menaikkan UMP 2021. Selanjutnya, menuntut pembahasan Upah Minimum Sektoral Provinsi Sumsel.
“Dan kami juga menuntut pihak PPNS Sumsel untuk melaksanakan tugas pokok dan penyelesaian kasus ketenagakerjaan di Provinsi Sumsel,” jelasnya.
Sementara itu, Gubernur Sumsel Herman Deru yang menerima aksi buruh tersebut mengatakan, sebagai kepala daerah masih mengkaji kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) di Sumsel.
“Kita tidak kalah dengan provinsi lain soal UMK, sedang dikaji karena pemberlakuan UMK baru pada 1 Januari 2021 nanti,” katanya.
Deru menyebutkan, pihaknya telah menyetujui kenaikan UMP meski di satu sisi belum menyetujui kenaikan UMK di tiap kabupaten kota di Sumsel. Hal ini karena dia belum menerima rincian angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) bagi pekerja di wilayah kabupaten dan kota di Sumsel.
“Sampai saat ini saya belum menerima dari kabupaten kota KHL-nya berapa dan kemungkinan UMR di kabupaten kota. Tapi percayalah yang tidak naik tidak saya tandatangani. Jadi, dari kabupaten kota usulannya nanti UMR. Kenaikannya harus sesuai dengan KHL,” jelas dia.
Menurutnya, penetapan KHL baru di setiap daerah pasti bervariasi atau tidak sama. Namun, jika KHL ditentukan pada indeks tertentu tapi UMR tidak mengikuti maka kebijakan kenaikan UMK tetap menjadi kewenangannya sebagai kepala daerah.
SN 09/Editor