(SPNEWS) Cirebon, Sejumlah buruh dari berbagai organisasi menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Cirebon, Senin (13/11/2023). Mereka menuntut berbagai hal, salah satunya kenaikan UMK 2024 sebesar 15 persen.

Salah satu penanggungjawab aksi unjuk rasa Mohamad Machbub menuturkan, tuntutan kenaikan UMK 2024 sebesar 15 persen ini menyesuaikan dengan beberapa faktor, terutama perihal kebutuhan hidup layak (KHL).

“Usulan angka tersebut diperoleh dari hasil survei lapangan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), serta indikator makro ekonomi, yakni inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” kata dia.

Dijelaskannya, item tertinggi dalam KHL yang mengalami kenaikan berasal dari sewa rumah, utamanya di daerah industri pertambangan dengan rata-rata kenaikan 45 persen, ongkos transportasi 30 persen, dan pendidikan anak.

“Jadi kenaikan upah minimum adalah inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi, walaupun dalam omnibus law disebutkan indeks tertentu,” bebernya.

Dia mengungkap, status Indonesia yang telah ditetapkan sebagai negara berpendapatan menengah atas (upper middle income country) oleh Bank Dunia pada Juni 2023. Oleh karena itu, negara dengan kategori ini memiliki pendapatan nasional bruto (PNB) per kapita sebesar US$4.466. Adapun, Indonesia pada 2022 tercatat memiliki PNB per kapita sebesar US$4.580.

Baca juga:  KONSOLIDASI TERINTEGRASI MELALUI KUNJUNGAN KERJA DPD SPN PROVINSI BANTEN

“Kalau memang kita disebut upper middle income country, realita di lapangan dinaikkan dong 2024 upah ini. Maka kenaikan 10-15 persen masuk akal dong,” ucap dia.

Buruh juga meminta Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan untuk dicabut. Menurutnya, pokok permasalahan terhadap UMK 2024 untuk Kabupaten Cirebon yang hanya naik sebesar 3 persen diakibatkan adanya peraturan pemerintah tersebut tentang pengupahan sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021.

Sambung dia, dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2023 buruh sangat dirugikan. Pasalnya mensyaratkan adanya upah batas atas dan upah batas bawah, sehingga UMK daerah tertentu melebihi rata-rata konsumsi rumah tangga dibagi rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja maka dipastikan UMK daerah tersebut tidak akan mengalami kenaikan.

Baca juga:  KAJIAN K3 DAN IMPLEMENTASI DI MASING-MASING PERUSAHAAN

“Pemerintah mengakal-akali dibuat skema tarif seperti ojek, ada beberapa daerah yang diprediksi tidak naik kalaupun naik itu sangat-sangat kecil sekali seperti Karawang, Dki Jakarta, Bekasi, Purwakarta, Banten, dan Bogor,” ujarnya.

Machbub menambahkan, dengan banyaknya industri di Kabupaten Cirebon tidak menutup kemungkinan akan banyak sekali perselisihan antara pekerja dan perusahaan. Bahkan di Cirebon, pasca hakim MK memutuskan UU Cipta Kerja, namun sejumlah perusahaan tetap memberlakukan aturan itu dengan cara memutus hubungan kerja secara sepihak.

“Hal ini seharusnya Disnaker bersiap siap menghadapi hal tersebut, malah justru Disnaker tidak mempunyai Mediator. Peran Mediator ini sangat penting dalam hal perselisihan mengingat setelah di tingkat Bipartit tidak ada titik temu penyelesaian maka naik ke tahap mediasi di Disnaker Melalui Mediator,” paparnya.

SN 09/Editor