Penderita kanker payudara dengan status HER2 Positif, Juniarti, melayangkan gugatan atas kesulitannya memperoleh pelayanan BPJS Kesehatan ke PN Jakarta Selatan

(SPN News) Jakarta, Kuasa hukum penderita kanker payudara dengan status HER2 Positif Juniarti, Rusdianto, menyatakan bahwa kliennya bukan kelinci percobaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. BPJS Kesehatan sebelumnya menyampaikan bahwa sejumlah obat lebih bermanfaat dibandingkan Trastuzumab. Sementara menurut Rusdianto berdasarkan informasi yang ia diperoleh, tidak ada obat yang lebih baik dari Trastuzumab untuk membantu proses pemulihan kliennya.

“Itu yang disampaikan oleh BPJS bahwa banyak obat itu bagi kami adalah BPJS mencoba kami dengan nyawa, mencoba obat sana obat sini. Kami bukan kelinci percobaan,” kata Rusdianto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, (27/7).

Rusdianto menyatakan BPJS Kesehatan harus memberikan pelayanan jaminan yang terbaik karena terkait dengan nyawa manusia. Dikatakan Rusdianto bahwa kliennya bukan barang atau benda yang bisa dibeli kembali bila telah mengalami kerusakan.

Baca juga:  HASIL AUDENSI DENGAN BURUH, DPR NYATAKAN AKAN TETAP BAHAS REVISI UU CIPTA KERJA

“Kehadiran nyawa itu, ketika dia sudah hilang berapa pun uang yang kau punya, berapa pun kesempatan yang ada tidak akan bisa menutupi itu,” ucap dia.

Ia pun berharap langkah pihaknya menggugat empat pihak atas kesulitan kliennya dalam memperoleh pelayanan kesehatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dapat memberikan pelajaran ke publik agar tidak ada yang bermain-main dengan nyawa.

Juniarti resmi melayangkan gugatan atas kesulitannya dalam memperoleh pelayanan BPJS Kesehatan ke PN Jakarta Selatan pada Jumat (27/7). Perempuan berusia 46 tahun itu menggugat empat pihak yakni Presiden Joko Widodo, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek, BPJS Kesehatan, dan Dewan Pertimbangan Klinis (Clinical Advisory). Gugatan Juniarti telah diterima PN Jakarta Selatan dan didaftarkan di kepaniteraan dengan nomor 552/Pdt.G/2018/PN. Jkt Selatan tertanggal 27 Juli 2018.

Mengutip dari situs resmi Pusat Informasi Obat Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan (Pionas BPOM), Trastuzumab digunakan untuk terapi kanker payudara stadium awal dengan produksi substansi protein HER2 berlebihan. HER2 atau human epidermal growth factor receptor 2 adalah salah satu jenis gen yang membantu pertumbuhan dan proliferasi sel-sel manusia.

Baca juga:  KERJA NYATA PSP SPN EKS PT BATAMTEX TERHADAP ANGGOTANYA 

Obat Trastuzumab ini diakui dan diterima untuk membantu pengobatan kanker payudara sejak tahun 1998. Jika dikombinasikan dengan obat lain, Trastuzumab dapat digunakan untuk mengobati kanker payudara metastase atau metastatis pada pasien dengan HER2 positif.

Di Indonesia, Trastuzumab awalnya masuk daftar obat yang dijamin BPJS Kesehatan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Formularium Nasional 2018 yang ditetapkan pada 28 Desember 2017. Namun mulai 1 April 2018, obat ini harus didepak dari daftar.

Menurut Nopi Hidayat, Kepala Humas BPJS Kesehatan, keputusan ini sesuai dengan keputusan Dewan Pertimbangan Klinis bahwa Trastuzumab tidak memiliki dasar indikasi medis untuk digunakan pasien kanker payudara metastatik walaupun dengan restriksi. Selain itu, obat ini harganya mahal.

Shanto dikutip dari CNN Indonesia/Editor