Permasalahan upah di Jawa Tengah terjadi dalam banyak sektor
(SPN News) Semarang, banyak perusahaan di Jawa tengah yang terlibat kasus pengupahan. Bukan hanya perusahaan media, namun perusahaan lain yang bergerak di berbagai sektor, seperti garmen juga patut disoroti. Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan Ketenagakerjaan Disnakertrans Jateng, Budi Prabawaning Dyah, (9/4/2019).
Menurutnya, data yang dihimpun Disnakertrans Jateng, selama 2018 ada sekitar 3.312 perusahaan yang terindikasi melakukan pelanggaran ketenagakerjaan dalam segi pengupahan. Pelanggaran itu terdiri dari berbagai hal, seperti pemberian upah yang tidak layak kepada para pekerja atau di bawah upah minimum kabupaten/kota (UMK) maupun telat membayar gaji karyawan.
Dari 3.312 perusahaan yang terindikasi itu sudah kami lakukan pengawasan. Dan temuan dari pengawas kami menyatakan jika 437 perusahaan di antaranya membayar upah di bawah UMK. Terbanyak di Kabupaten Sukoharjo, imbuh Budi. Data yang diterima, total ada sekitar 23.998 perusahaan di Jateng yang hingga kini masih aktif beroperasi. Dari jumlah sebanyak itu, 14.232 perusahaan di antaranya masuk dalam kategori skala kecil, 7.202 perusahaan skala sedang, dan 2.564 perusahaan skala besar. Sebanyak 23.998 perusahaan itu mampu menampung sekitar 1.670.402 pekerja, yang terdiri dari 904.526 pekerja laki-laki dan 765.873 pekerja perempuan.
Salah satu perusahaan media tertua di Kota Semarang juga sempat diadukan karyawannya ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah (Jateng). Perusahaan yang menerbitkan surat kabar itu dilaporkan karena telat atau menunggak pembayaran gaji karyawan selama beberapa bulan terakhir.
”Sebenarnya ada dua perusahaan media, tapi yang satu laporan ditunjukkan lewat Disnaker Kota Semarang. Laporannya terkait permasalahan upah pekerja,” ujar Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan Ketenagakerjaan Disnakertrans Jateng, Budi Prabawaning Dyah.
Kendati demikian, Budi enggan menyebutkan secara detail nama perusahaan yang menunggak gaji karyawan itu. Ia hanya menyebutkan jika aduan dari para karyawan, yang mayoritas wartawan itu sudah ditindaklanjuti dengan memanggil pimpinan perusahaannya.
“Sudah kami tindak lanjuti aduan karyawan itu. Kami sudah coba memanggil pimpinan perusahaannya. Tapi, ya itu. Dua kali kami panggil, dianya tidak datang. Enggak tahu alasannya,” imbuh Budi.
Budi menyebutkan seandainya tak mampu dengan segera menyelesaikan permasalahan upah pekerja, perusahaan itu bakal dijerat hukum sesuai yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 78/2015 tentang Pengupahan juncto (jo) Peraturan Kementerian Tenaga Kerja (Permenaker) No 20/2016.
SN 09 dikutip dari berbagai sumber/Editor