Ilustrasi

Investasi di Indonesia tidak menarik karena tingginya korupsi

(SPN News) Jakarta, Bank Dunia sebelumnya menyampaikan bahwa RUU Cipta kerja ini dapat membantu perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk bisa bangkit kembali. Hal itu terjadi karena di masa krisis, perusahaan akan memerlukan dukungan untuk memulai kembali bisnisnya dan memperluas produksi.

Kendati demikian, Bank Dunia menyebut bahwa RUU Cipta Kerja juga dapat merugikan di berbagai sektor. Oleh karena itu, alasan mengebut pembahasan rancangan undang-undang tersebut untuk memulihkan kembali dunia usaha di tengah pandemi ini hanya alibi belaka. Walaupun produk dapat memulihkan dunia usaha di tengah pandemi, tetapi dapat menciptakan kerugian yang jauh lebih besar di masa yang akan datang pada sektor ekonomi, lingkungan, ketenagakerjaan, dan kesehatan.

Baca juga:  APABILA EKONOMI MEMBURUK, PENGUSAHA RITEL SIAPKAN OPSI PENYELAMATAN

Pemerintah mengklaim tujuan dibuatnya RUU Cipta Kerja adalah memperbaiki pertumbuhan investasi yang lambat. Namun, nyatanya menurut indeks investasi (Laporan World Bank pada tahun 2018) dunia investasi Indonesia sedang membaik. Justru menurut World Economic Forum, lemahnya daya tarik investasi di Indonesia bersumber bukan dari inefisiensi birokrasi, tetapi karena tingginya perilaku fraud di kalangan birokrasi itu sendiri.

Selain itu, dalam Pasal 88D unsur inflasi tidak dimasukkan dalam perhitungan upah tahunan. Hal ini sangat beresiko, pertumbuhan ekonomi harus positif dan inflasi harus terkendali. Jika tidak, buruh rentan terkena dampak gejolak ekonomi. Dalam Pasal 45 pemerintah juga menghapus kewajiban alih fungsi teknologi (transfer knowledge) tenaga kerja asing. Padahal, selama ini transfer knowledge merupakan bagian dari FDI yang selama ini membantu meningkatkan produktivitas ekonomi.

Baca juga:  SPN HADIRI KONGRES BBTK/ISVI BELGIA 2019

SN 09/Editor