Dalam menjalankan organisasi serikat pekerja, tentunya membutuhkan biaya untuk melaksanakan operasional organisasi, antara lain untuk kebutuhan administrasi, kesekretariatan, dana operasional, membuat sarana informasi dan publikasi, program kerja dan lain – lain. Karena serikat pekerja merupakan organisasi kolektif, biaya untuk kebutuhan tersebut diutamakan dari iuran anggota.

Iuran Anggota merupakan modal pergerakan bagi serikat pekerja, Semaoen dalam buku “Penuntun Kaum Buruh” bahkan mengatakan: “Berani membayar iuran yang besar berarti berani untuk memerdekakan kaum buruh atau serikat buruh.” Selain secara eksternal serikat buruh dihadapkan pada persoalan perburuhan (advokasi kasus, pemogokan), serikat buruh juga menghadapi hambatan dari internal organisasi, persoalan yang terkadang dianggap remeh dan sangat sensitif, antara lain mulai tidak disiplin dalam iuran sampai dengan “korupsi kecil”.

Untuk mendorong peningkatan fungsi dan peran serikat pekerja/serikat buruh, sangat diperlukan dukungan dana yang antara lain berasal dari iuran anggota serikat pekerja/serikat buruh. Dana tersebut dapat dihimpun dan dimanfaatkan secara efektif dan efisien, berdasarkan pedoman tata cara pemungutan, pemafaatan dan pendistribusian iuran anggota SP/SB sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sumber keuangan Serikat Pekerja berasal dari iuran anggota, hasil usaha dan bantuan anggota atau pihak lain yang tidak mengikat.

Baca juga:  PERUSAHAAN LAKUKAN PHK TAPI PEKERJA DIMINTA ISI FORM RESIGN, APAKAH BOLEH ?

Oleh karena itu penting sekali pengawasan dilakukan pada pengelolaan keuangan ini, agar tidak terjadi penyelewengan atau penggelapan uang organisasi. Menurut Pasal 33 UU 21/2000 Tentang SP/SB “Pemindahan atau pengalihan keuangan dan harta kekayaan kepada pihak lain serta investasi dana dan usaha lain yang sah hanya dapat dilakukan menurut anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga  serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan”. 

Selain itu dalam pasal 34 diatur pula :

(1) Pengurus bertanggung jawab dalam penggunaan dan  pengelolaan keuangan dan harta kekayaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh. 

 

(2) Pengurus wajib membuat pembukuan keuangan dan harta kekayaan serta  melaporkan secara berkala kepada anggotanya menurut anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.

Baca juga:  AKAL-AKALAN REVISI UU P3

Menelaah pasal diatas maka apabila pengurus terindikasi melakukan penggelapan uang iuran/kekayaan organisasi maka anggota dapat melaporkan ke Reskrimum Polda/Polres dengan membawa bukti permulaannya. Pidana penggelapan ini dapat kita temui pengaturannya dalam Pasal 372 KUHP yaitu “barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Sepanjang unsur-unsur pidana dalam pasal tersebut telah terpenuhi, maka pengurus yang diduga melakukan penggelapan dapat dituntut dengan pasal penggelapan tersebut. Karena pengembalian dana hasil penggelapan tidaklah termasuk dalam alasan penghapusan hak menuntut/peniadaan penuntutan sebagaimana diatur dalam Bab VIII Buku I (Pasal 76 s/d Pasal 85) KUHP tentang Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana.

Shanto dari narasumber Djoko Heriono/Editor