Seperti yang kita ketahui bahwa upah yang layak merupakan salah satu yang diharapkan oleh seorang buruh. Walaupun pada kenyataannya banyak buruh di negeri ini hanya mendapatkan upah minimum bahkan lebih banyak lagi upahnya yang di bawah upah minimum.
Seperti yang diamanatkan oleh UU Ketenagakerjaan dan prinsip Hubungan Industrial Pancasila pengusaha dan buruh adalah mitra sejajar, walaupun pada kenyataannya jauh panggang dari api alias baru mimpi di sebagian besar perusahaan yang ada di negeri ini. Oleh karena itu perlu sekali menumbuhkan kesadaran bagi setiap buruh agar mau membentuk dan bergabung ke dalam wadah serikat pekerja/serikat buruh yang salah satu tugasnya adalah meningkatkan kesejahteraan buruh-buruh tersebut.
Tetapi walaupun buruh-buruh tersebut sudah bergabung dengan SP/SB, tidak serta merta pula kesejahteraan dapat diraih. Banyak faktor penghambat yang membuat kesejahteraan buruh itu menjadi sebuah cita-cita yang sulit diraih. Hambatan tersebut diantarannya karena kemampuan atau sumber daya pengurus SP/SB yang tidak merata, faktor kurangnya keberanian, kurang solidnya hubungan antara pengurus dengan anggotanya, malas untuk mencari data sebagai bahan untuk menuntut dalam perundingan, pengurus yang sudah merasa nyaman sendiri, dan lain-lain.
Menjadi sebuah ironi apabila pemilik/bos perusahaan tersebut masuk dalam jajaran orang-orang terkaya seperti PT PBT (urutan 143 dengan kekayaan $ 150 juta) dan PT SAT (urutan 33 dengan kekayaan $1,4 Miliar) tetapi mayoritas karyawannya masih dibayar sesuai normatif saja bahkan ada yang dipotong apabila dianggap melakukan kesalahan (NSB/NBH). Memang tidak melanggar hukum apabila sesuai normatif, tetapi adilkah bagi buruh apabila pemiliknya hidup dalam kemakmuran sementara buruhnya hidup pas-pasan?, padahal regulasi menyatakan bahwa pengusaha dan buruh adalah mitra sejajar dan regulasi pun memungkinkan buruh untuk meminta keadilan dalam kesejahteraan. Menarik untuk ditunggu apakah SP/SB dapat berfungsi seperti harapan anggota dan tujuan mulianya ataukah hanya sebagai pelengkap saja.
Shanto/Editor