Ilustrasi

Larangan impor dipicu dari ditemukannya indikasi kerja paksa dan pelanggaran lainnya di kebun sawit

(SPNEWS) Jakarta, Amerika Serikat (AS) menyatakan, akan melarang semua pengiriman minyak sawit dari salah satu produsen terbesar di dunia. Hal itu setelah menemukan indikator kerja paksa dan pelanggaran lain di perkebunan yang masuk ke dalam rantai pasokan beberapa perusahaan makanan dan kosmetik paling terkenal di AS.

Direktur Eksekutif Kantor Perdagangan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS Ana Hinojosa mengatakan, perintah terhadap Sime Darby Plantation Berhad milik Malaysia dan anak perusahaan lokalnya, usaha patungan dan afiliasinya, mengikuti penyelidikan intensif selama berbulan-bulan oleh kantornya. Ia menjelaskan, penyelidikan secara masuk akal menunjukkan pelanggaran terhadap pekerja yang termasuk kekerasan fisik dan seksual, pembatasan pergerakan, intimidasi dan ancaman, jeratan hutang, pemotongan gaji dan kerja lembur yang berlebihan.

Dirinya mengungkapkan, beberapa masalah terlihat sistemik. Sebab terjadi di banyak perkebunan, yang membentang di sebagian besar negara itu.

“Para importir harus tahu ada risiko reputasi, keuangan dan hukum yang terkait dengan mengimpor barang-barang. Itu dilakukan oleh kerja paksa ke Amerika Serikat,” kata Hinojosa dalam konferensi pers telepon, seperti dilansir AP News, (1/1/2021).

Baca juga:  6 HAL YANG HARUS DITINGGALKAN OLEH GENERASI MUDA DALAM MENGISI KEMERDEKAAN

Perintah tersebut diumumkan hanya tiga bulan setelah pemerintah federal memberlakukan larangan sama terhadap raksasa minyak sawit Malaysia lainnya. FGV Holdings Berhad merupakan perusahaan minyak sawit pertama yang menjadi sasaran Bea Cukai karena kekhawatiran tentang kerja paksa. AS mengimpor 410 juta dolar AS minyak sawit mentah dari Malaysia pada fiskal 2020, mewakili sepertiga dari total nilai yang dikapalkan.

Larangan tersebut dipicu oleh petisi yang diajukan oleh kelompok nirlaba dan firma hukum, dan dilakukan setelah investigasi mendalam oleh The Associated Press terhadap pelanggaran ketenagakerjaan di perkebunan di Malaysia dan negara tetangga Indonesia. Mereka bersama-sama menghasilkan sekitar 85 persen dari 65 miliar dolar AS pasokan minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi di dunia.

AP mewawancarai lebih dari 130 pekerja dan mantan pekerja dari dua lusin perusahaan minyak sawit, termasuk Sime Darby, untuk penyelidikannya. Reporter menemukan segalanya mulai dari pemerkosaan dan pekerja anak hingga perdagangan manusia dan perbudakan langsung di perkebunan di kedua negara.

Sime Darby memiliki perkebunan kelapa sawit seluas hampir 1,5 juta hektar, menjadikannya salah satu produsen terbesar di Malaysia. Ini memasok ke beberapa nama terbesar dalam bisnis, dari Cargill hingga Nestle, Unilever dan L’Óreal, menurut daftar pemasok dan pabrik minyak sawit yang paling baru diterbitkan perusahaan.

Baca juga:  Rapat Kerja Anggota I PSP SPN Kawasan Industri Nikomas Gemilang: Meningkatkan Profesionalisme dan Daya Saing Organisasi

Perusahaan tersebut mengeluarkan siaran pers pada Kamis mengatakan, belum menerima informasi yang cukup tentang tuduhan yang memicu pelarangan, tetapi siap untuk bekerja dengan pemerintah AS dan lainnya guna mengatasi kekhawatiran mereka. Dikatakan, pihaknya berkomitmen memerangi kerja paksa dan telah menerapkan kebijakan yang kuat demi melindungi hak-hak pekerja.

“Ini akan menjadi kepentingan semua pihak. Terutama tenaga kerja asing dan karyawan perempuan kita, jika masalah ini ditangani secepatnya,” kata perusahaan itu. Minyak sawit dapat ditemukan di sekitar setengah produk di rak supermarket dan di sebagian besar merek kosmetik.

Awal bulan ini, 25 anggota parlemen Demokrat dari Komite Cara dan Saran DPR AS mengutip penyelidikan AP dalam sebuah surat yang menyerukan pemerintah turun lebih keras terhadap industri di Malaysia dan Indonesia. Mereka meminta Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan jika dianggap sebagai pelarangan menyeluruh impor dari negara-negara tersebut.

SN 09/Editor