Seperti satu tahun sebelumnya, alotnya rapat penetapan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta menjadi tak ada artinya

(SPN News) Jakarta, Pemprov DKI Jakarta hari ini (01/11) mengumumkan tentang penetapan UMP DKI Jakarta tahun 2019. UMP itu ditetapkan melalui Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 114 Tahun 2018. Pengumuman tersebut disampaikan oleh Plh Gubernur DKI Jakarta Saefullah, dikarenakan Gubernur Anies Baswedan sedang ke luar negeri. UMP DKI Jakarta ditetapkan dengan mengacu pada Surat Edaran Menteri Ketenegakerjaan Nomor B.240/M-Naker/-PHI95K- UPAH/X/2018 tertanggal 15 Oktober 2018 perihal Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto 2018 yang ditujukan kepada gubernur di seluruh Indonesia.

Baca juga:  KONSOLIDASI BPJS WATCH TANGERANG RAYA DENGAN DEWAN PENGAWAS PUSAT BPJS KESEHATAN

Saefullah mengatakan angka tersebut sudah mengakomodasi usulan semua pihak. “Jadi besaran UMP Jakarta sesuai dengan Pergub sebesar Rp3.940.000 naik 8,03% dari tahun lalu, sebesar Rp3.648.035,”. Dengan kenaikan upah tersebut, Dia berharap DKI Jakarta semakin maju dan bahagia warganya. “Semoga kenaikan ini, bisa membuat bahagia warga Jakarta,” jelasnya. Buruh juga mendapat kartu pekerja yang dapat dimanfaatkan untuk transportasi dan subsidi bahan pangan melalui JakGrosir.

“Pekerja akan difasilitasi oleh pemprov berupa kartu pekerja dengan mendapat tambahan manfaat. Jadi kalau kita punya kartu pasti ada manfaatnya,” sebut Saefullah.

Menanggapi hal ini Ketua DPC SPN Jakarta Utara, Agus Rantau menyampaikan bahwa penetapan UMP/UMK tak luput dari ikut campurnya pemerintah. Penetapan UMP/UMK yang menjadi ranah Pimpinan Daerah baik itu Gubernur maupun Bupati/Walikota diintervensi oleh surat edaran kementrian tenaga kerja berdasarkan pada PP 78/2015. Hal ini membuat hasil survey KHL menjadi tidak maksimal. Walaupun ada subsidi melalui kartu pekerja, mayoritas pekerja di DKI Jakarta berasal dari daerah penyangga seperti Bekasi, Tangerang, Bogor, Depok dan lain-lain yang artinya tidak bisa menerima dan memanfaatkan subsidi tersebut. Akan lebih baik kalau yang disesuaikan itu upahnya bukan subsidi. Namun, inilah Indonesia. Kebijakan bisa melawan undang-undang.

Baca juga:  MENCARI KEADILAN di PHI MEDAN

Dede Hermawan/Editor