​Pemerintah telah menargetkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2018 mencapai 5,4%, namun Apindo menilai target tersebut sulit direalisasikan, pasalnya beberapa parameter dianggap belum menunjukkan trend positif.

(SPN News) Jakarta, Ketua Umum DPN Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, pihaknya menargetkan dibawah target Pemerintah, yakni 5,05 hingga 5,2% saja. “Keyakinan kami  5,20% itu cukup moderat. Ada pengurus yang bilang masih tidak mungkin tercapai. Tapi setelah berdiskusi di pengurus, akhirnya 5,05 sampai 5,2 persen,” ujar Hariyadi saat seminar Prospek Ekonomi dan Bisnis Tahun 2018 di Mercantile Athletic Club, Jumat (15/12).

Menurutnya, baru tahun ini, Apindo menargetkan dibawah target Pemerintah. Padahal tiga tahun sejak 2015, 2016, dan 2017 targetnya selalu di atas Pemerintah. Sayangnya target itu memang tidak tercapai.
Berkaca pada hal tersebut dan melihat parameter yang ada, akhirnya Apindo menargetkan dibawah target Pemerintah. Ia menolak, bahwa  target pertumbuhan ekonomi tersebut karena politik. Ia berkeyakinan, politik itu tidak masalah. Bahkan sampai tahun depanpun, pihaknya belum melihat ada kemungkinan muncul  figur yang kontrovesial.

Baca juga:  PELAKSANA PROGRAM KARTU PRAKERJA JAMIN SISA UANG PELATIHAN TIDAK DIKORUPSI

“Dari sisi poliitik tidak ada masalah kami meyakini itu. Yang problem adalah konsekuensi kebijakan pemerintah. Dengan kondisi poliitik yang kondusif seharusnya bisa mengisi Kebijakan yang lebih perform (performa) dan tidak distorsi (memutarbalikan). Problemnya  bukan dipolitik tapi kebijakan yang diterapkan,” ujarnya.

Sektor yang mendapat tantangan di tahun depan, terutama di retail serta properti. “Yang harus didorong optimisme pelaku ke usaha terutama  menengah keatas,” katanya.

Ketua Dewan Pengurus DPP Apindo DKI Jakarta Solihin, tahun depan sektor retail memang harus menghadapi tantangan yang besar. Walaupun bukan semata-mata karena adanya shifting (peralihan) pola belanja dari offline ke online.

Namun pihaknya optimis tetap membuka toko atau gerai baru di tahun depan, kendati harus lebih selektif untuk memilih lokasi. Ia menjelaskan, usaha retail offline memerlukan biaya usaha tempat, bayar karyawan dan lainnya. Biaya karyawan saja biasanya mencapai 49 % dari biaya yang dikeluarkan.
“Saya tidak mengatakan kalau shifting itu tidak ada. Tapi  masak beli kecap satu botol saja belanja di online? Jadi untuk pembukaan toko antisipasinya harus lebih selektif,” tegasnya.

Baca juga:  PEKERJANYA POSITIF CORONA, PT PNM TANGERANG DITUTUP

Abdul Munir Banten 2 dikutip dari tribunnews.com/Editor