Ilustrasi

(SPNEWS) Jakarta, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan, hingga saat ini tidak ada sinyal pengurangan tenaga kerja atau PHK di sektor industri makanan dan minuman olahan. Hal itu, kata dia, karena konsumsi yang tetap bertumbuh masih mampu menopang industri tidak terseret gelombang PHK.

Di sisi lain, Adhi mengatakan, beban biaya industri makanan dan minuman olahan saat ini terus membengkak.

“Saat ini kami masih menunggu keputusan Presiden mengenai harga gas. Belum lagi ada ketentuan jika melewati kuota akan kena penalty. Ini beban bagi industri,” kata Adhi (14/6/2022).

Pada saat bersamaan, lanjut dia, produsen makanan dan minuman olahan saat ini harus mengeluarkan biaya lebih untuk energi.

“Pemerintah perlu segera memikirkan agar tidak terjadi lonjakan harga yang akan memicu inflasi pangan yang tinggi. Ini kondisi krisis. Semua beban naik, biaya energi, logistik, bahan baku,” paparnya.

Baca juga:  KERAGAMAN DALAM SATU TUJUAN

Beban-beban tersebut, lanjut dia, akan terasa berat untuk usaha skala kecil menengah. Sebab, jika biaya naik, tentu saja produsen menaikkan harga.

“Tapi kita berhadapan pada tantangan lain, daya beli masyarakat yang sensitif harga,” ujarnya.

Namun, dia memastikan, kondisi itu belum cukup untuk perusahaan melakukan PHK.

“Saya tidak melihat ada indikasi itu. Karena penjualan tahun ini rata-rata melaporkan masih stabil dan masih lebih bagus dari tahun lalu. Kondisi ini hanya mengganggu laba dan rugi perusahaan, belum jadi indikasi untuk PHK,” kata Adhi.

Hanya saja menurut Adhi, sejumlah produsen memang sebagian sudah ada yang menaikkan harga jual secara berulang, sejak akhir tahun 2021.

Dimana, lonjakan harga komoditas tahun 2021, efek domino pandemi Covid-19 diakui telah memicu lonjakan biaya produksi.

Baca juga:  PELATIHAN PARALEGAL DPC SPN KOTA TANGERANG

“Ada yang sudah menaikkan harga 5-7%. Di sisi lain, naik harga sebenarnya sulit karena masyarakat sensitif harga. Untuk harga bahan baku seperti minyak goreng, jagung, kedelai, dan terigu sudah naik juga berkali-kali,” katanya.

Harga bahan baku pangan olahan seperti pengawet dan pemanis bahkan sudah melonjak hingga 30-an persen.

“Tepung terigu saya rasa sudah naik 3 kali sejak akhir tahun 2021. Naik 5% berulang.

Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat, harga tepung terigu hari Selasa (14/6/2022) bertengger di Rp11.600 per kg.

Jika dibandingkan harga pada 14 Desember 2021, harga terigu melayang hingga 11,54% dari sebelumnya Rp10.400 per kg.

Pada 14 Februari 2022, harga terigu terpantau naik jadi Rp10.800 per kg, lalu melonjak lagi jadi Rp11.500 pada 14 Mei 2022.

SN 09/Editor