Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Maksudnya jika sudah ada di dalam perjanjian kerja, maka pembayaran upah dalam perjanjian kerja yang berlaku. Bila sudah dicantumkan didalam kesepakatan, maka pembayaran upah dalam kesepakatan itu yang berlaku. Namun, jika tidak ada, baik di dalam perjanjian kerja maupun kesepakatan, maka pembayaran upah yang berlaku mengikuti ketentuan pengupahan yang ditentukan oleh undang-undang dalam hal ini tentang upah minimum termasuk upah sektoral.

Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ini adalah prinsip dasar yang melindungi pekerja/buruh atas penghasilan untuk memenuhi kebutuhan yang layak. Untuk mewujudkan ini, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh. Dalam hal ini pemerintah provinsi menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP). Sedangkan Pemerintah Kabupaten Kota yang menetapkan Upah Minimum Kabupaten /Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK). Adapun UMP, UMSP, UMK dan UMSK adalah berlaku khusus bagi pekerja/buruh lajang yang belum menikah dan masa kerja kurang dari 1 tahun.

Sedangkan bagi pekerja/buruh di perusahaan yang sudah menikah atau telah bekerja lebih dari 1 tahun di level micro, penentuan upah ditetapkan berdasarkan kesepakatan dengan serikat pekerja/buruh atau penetapan sepihak oleh perusahaan apabila belum terbentuk serikat pekerja/serikat buruh. Bagi pekerja/buruh tersebut tidak boleh hanya didasarkan hanya pada UMP, UMSP, UMK dan UMSK.

Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi : upah minimum, upah kerja lembur, upah tidak masuk kerja karena berhalangan, upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya, upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, bentuk dan cara pembayaran upah, denda dan potongan upah, hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah, struktur dan skala pengupahan yang proporsional, upah untuk pembayaran pesangon dan upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Baca juga:  PENGUSAHA TIDAK BAYAR JAMSOS, DIREKSI BPJS WAJIB MENAGIH DAN MENJATUHKAN HUKUMAN

Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan dua hal yaitu aspek produktivitas dan aspek pertumbuhan ekonomi. Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Tidak boleh pengusaha membayar lebih rendah dari upah minimum. Pengusaha apabila tidak mampu membayar upah minimum maka dapat melakukan penangguhan sesuai dengan Kepmenakertrans No Kep 231/Men/2003. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, peraturan perundang-undangan sesungguhnya memberi ruang toleransi bagi pengusaha melakukan penangguhan upah. Walaupun harus memenuhi syarat dan ketentuan serta secara procedural dimohonkan oleh pengusaha kepada Gubernur melalui Disnaker setempat dan mendapat persetujuan. Menurut Pasal 5 ayat 1 Kepmenakertrasn No. Kep-231/Men/2003, persetujuan penangguhan upah minimum ditetapkan oleh Gubernur (SK Gubernur) untuk jangka waktu paling lama 12 bulan. Selanjutnya, apabila permohonan itu mendapat restu, maka ada 3 kemungkinan alternatif persetujuan : Persetujuan untuk membayar upah minimum sesuai (sama dengan) upah minimum yang lama, Persetujuan untuk membayar upah minimum lebih tinggi (maksudnya lebih besar) dari pada upah minimum yang lama, tetapi lebih rendah dari upah minimum yang baru atau Menaikan upah minimum secara bertahap, sehingga pada masa yang ditentukan nilainya sama dengan upah minimum baru.

Di level mikro perusahaan penetapan upah dilakukan atas kesepakatan pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh, akan tetapi pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal kesepakatan antara pengusaha dengan SP/SB lebih rendah dengan ketentuan, maka kesepakatan itu batal demi hukum dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Selain kemampuan perusahaan, aspek yang perlu diperhatikan adalah produktivitas.

Prinsif no work no pay adalah suatu prinsip universal dimana upah tidak perlu dibayarkan apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan, tetapi prinsif ini tidak mutlak karena pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh tidak bekerja apabila : pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan, pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan, pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istrinya melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang melakukan kewajiban terhadap negara, pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakananya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha, pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat, pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha dan pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Baca juga:  LAWAN TERUS KRIMINALISASI BURUH

Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda. Sebaliknya, pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase dari upah pekerja/buruh. Diatur dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1981 tentang perlindungan upah dijelaskan sebagai berikut : apabila upah terlambat dibayar, maka mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung dari hari di mana seharusnya upah dibayar, upah tersebut ditambah dengan 5% untuk tiap keterlambatan. Sesudah hari kedelapan tambahan itu menjadi 1% untuk tiap hari keterlambatan, dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1 bulan tidak boleh melebihi 50% dari upah yang seharusnya dibayarkan. Apabila sesudah sebulan upah masih belum dibayar, maka disamping kewajiban untuk membayar sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, pengusaha diwajibkan pula membayar bunga sebesar bunga yang ditetapkan oleh bank untuk kredit perusahaan yang bersangkutan.

Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lain dari pekerja/buruh merupakan “HUTANG YANG DIDAHULUKAN PEMBAYARANNYA”. Maksudnya, sebelum dijual untuk pihak lain (kreditur), maka hak pekerja/buruh harus dibayarkan terlebih dahulu dari hasil penjualan aset-aset perusahaan (terkecuali aset yang sudah dibebankan hak tanggungannya atau dijaminkan kepada kreditur preferan)

Shanto dari berbagai sumber/Coed