Kementrian Ketenagakerjaan membentuk Unit Reaksi Cepat (URC) dengan tujuan membuat pengawasan lebih optimal dan efektif.
(SPN News) Jakarta, tugas pemerintah di bidang ketenagakerjaan bukan hanya menerbitkan regulasi, tapi juga melakukan pengawasan. Sayangnya, banyak persoalan yang dihadapi pemerintah di bidang pengawasan ketenagakerjaan. Salah satunya jumlah petugas yang belum ideal untuk menjalankan tugas pengawasan.
Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, menjelaskan, masalah lain di bidang pengawasan yakni rotasi petugas pengawas di daerah sehingga SDM bidang pengawasan semakin sedikit. Dengan berbagai persoalan yang ada, pengawasan harus terus berjalan. Kinerja pengawas di seluruh daerah mulai dari kabupaten/kota, provinsi, dan pusat harus saling bersinergi. Jangan sampai pemerintah provinsi tidak mengirim pengawas ketika terjadi kasus ketenagakerjaan di kabupaten/kota.
Menyiasati berbagai tantangan itu, Kementerian Ketenagakerjaan membentuk Unit Reaksi Cepat (URC) Pengawas Ketenagakerjaan yang terdiri dari 300 petugas pengawas ketenagakerjaan. Rinciannya, 100 orang berasal dari Kementerian Ketenagakerjaan, 50 orang dari Provinsi DKI Jakarta, 50 orang dari Jawa Barat, dan 50 orang dari Banten. Untuk saat ini unit tersebut hanya ada di beberapa daerah seperti Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Rencananya, unit ini akan dibentuk di seluruh provinsi. Hanif berharap unit tersebut dapat mendorong pengawasan lebih optimal dan efektif. Dia menegaskan kepada petugas pengawas untuk berani masuk ke lokasi kerja dan menegakkan norma ketenagakerjaan. Dari masalah mogok kerja hingga kecelakaan kerja.
“Pengawas jangan takut untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Unit ini akan diterjunkan untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan seperti mogok kerja dan kecelakaan kerja,” kata Hanif saat meluncurkan URC Pengawas Ketenagakerjaan di Jakarta, Kamis (30/11).
Setelah kejadian kecelakaan kerja di pabrik petasan beberapa waktu lalu di Kosambi, Kabupaten Tangerang, pemerintah telah membentuk tim evaluasi. Hanif menekankan kepada unit pengawasan itu untuk menyambangi industri yang menggunakan bahan baku berbahaya. Dalam menjalankan tugas pengawasan, Hanif menegaskan kepada petugas pengawas untuk menjaga integritas dan profesional.
Menurut Hanif, peran petugas pengawas penting untuk memastikan semua pihak punya kesadaran yang baik terhadap norma ketenagakerjaan. Kemudian memastikan norma itu terlaksana dan melakukan penegakan hukum. “Peran dan fungsi petugas pengawas penting untuk perlindungan terhadap pekerja dan produktifnya dunia usaha,” ujarnya.
Kementerian Ketenagakerjaan mencatat data BPS tahun 2016 menunjukan ada sekitar 20 juta perusahaan di seluruh Indonesia. Mengacu Permenakertrans No.PER.09/MEN/V/2005 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan, jumlah perusahaan yang telah dilaporkan berdasarkan wajib lapor ketenagakerjaan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Dirjen Pembinaan, Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPK dan K3), Sugeng Priyanto, mengatakan pembentukan URC Pengawas Ketenagakerjaan ini untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat khususnya pekerja dan pengusaha. Melalui unit itu kerja pengawasan diharapkan bisa bergerak cepat di lapangan dalam menangani kasus ketenagakerjaan. “Golnya, kami berharap pelanggaran norma ketenagakerjaan bisa diminimalisir,” urainya.
Selaras itu Sugeng mengaku telah memerintahkan seluruh kepala dinas ketenagakerjaan provinsi untuk membuat peta wilayah rawan pelanggaran hukum ketenagakerjaan. Kerja pengawasan akan diprioritaskan untuk menjangkau wilayah yang masuk kategori rawan. Itu dilakukan untuk menyiasati banyaknya perusahaan yang harus diawasi tapi jumlah petugas pengawas belum ideal.
Sugeng mengingatkan URC Pengawas Ketenagakerjaan menangani semua kasus ketenagakerjaan termasuk persoalan yang menyangkut pidana. Jika pelaku pelanggaran tidak bisa dibina, selanjutnya akan dilakukan penegakan hukum.
Peraturan bidang ketenagakerjaan yang memuat ketentuan pidana antara lain Pasal 90 ayat (1) UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang melarang pengusaha membayar upah di bawah ketentuan upah minimum. Sanksi yang bisa dijatuhkan penjara paling singkat 1 tahun paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta.
Kemudian Pasal 28 UU No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh, melarang siapapun menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk serikat buruh. Pihak yang melanggar ketentuan itu dikenakan sanksi pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp 500 juta.
Abdul Munir dari hukum online.com/Editor