Upah minimun adalah jaring pengaman yang seharusnya tidak boleh dilanggar dan sebenarnya tidak ada korelasi antara upah minimim dengan produktivitas Minimum. Namun seringkali pengusaha mengesampingkan hak pekerja demi laju pesat perusahaannya, terlebih hak pekerja yang dikesampingkan merupakan kewajibannya sebagai pengusaha yang harus dipenuhi.

Di Indonesia masih saja ada masalah pemberian upah di bawah standar minimum. Padahal sudah jelas diatur dalam UU Ketenagakerjaan, bahwa Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Pemerintah  menetapkan upah minimum ini berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah minimum dapat terdiri atas: upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota, upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota.

Tetapi ada juga pengusaha yang mungkin sedang sepi konsumen atau sumber dana yang dipergunakan untuk membayar upah pekerja sedang minim dan tidak mencukupi standar minimum untuk membayar upah. Pasal 90 UU Ketenagakerjaan mengatur sebagai berikut:

(1) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.

(2) Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.

(3) Tata cara penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Penjelasan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menyebutkan sebagai berikut:

“Penangguhan pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan yang tidak mampu dimaksudkan untuk membebaskan perusahaan yang bersangkutan melaksanakan upah minimum yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Apabila penangguhan tersebut berakhir maka perusahaan yang bersangkutan wajib melaksanakan upah minimum yang berlaku pada saat itu tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan.”

Baca juga:  PT MTB TIDAK MEMPUNYAI SIP2MI

Namun, terkait Penjelasan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan ini, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 72/PUU-XIII/2015 menyatakan bahwa frasa “…tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Artinya, Mahkamah memberi penegasan selisih kekurangan pembayaran upah minimum selama masa penangguhan tetap wajib dibayar oleh pengusaha.

Dengan kata lain, penangguhan pembayaran upah minimum oleh pengusaha kepada pekerja/buruh tidak serta-merta menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar selisih upah minimum selama masa penangguhan.

Selisih upah minimum yang belum terbayar selama masa penangguhan adalah utang pengusaha yang harus dibayarkan kepada pekerja/buruhnya.

Apabila masih memiliki upah di bawah standar minimum, langkah hukum yang dapat dilakukan adalah menggunakan proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”).

Dengan prosedur sebagai berikut:

Mengadakan perundingan bipartit (antara pekerja dan pengusaha) secara musyawarah untuk mencapai mufakat.

Apabila dalam waktu 30 hari setelah perundingan dimulai tidak tercapai kesepakatan, upaya selanjutnya adalah perundingan tripartit, yaitu dengan melibatkan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi setempat. Pada tahap ini, Anda perlu mengajukan bukti-bukti bahwa perundingan bipartit telah dilaksanakan, namun gagal mencapai kesepakatan.

Apabila perundingan tripartit tetap tidak menghasilkan kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan perselisihan ini kepada Pengadilan Hubungan Industrial. Penjelasan lebih lanjut soal langkah hukum yang dapat dilakukan dapat disimak pada artikel Langkah Hukum Jika Pengusaha Tidak Bayar Upah.

Baca juga:  UPAH TIDAK DIBAYAR 2 BULAN, BURUH PT IL JIN SUN MOGOK KERJA

Selain itu, pekerja juga dapat menempuh upaya pidana yakni dengan melaporkan ke pihak kepolisian. Ancaman pidana bagi pengusaha yang membayar upah pekerja di bawah upah minimum adalah pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta. (Pasal 185 ayat (1) UU Ketenagakerjaan)

Memang, kenyataannya penegakan hukum pidana ketenagakerjaan ini masih sangat jarang ditemui. Dalam artikel Polri Kurang ‘Melek’ Hukum Perburuhan, pengacara publik LBH Jakarta, Kiagus Ahmad, mengatakan salah satu penyebab minimnya penegakan hukum pidana ketenagakerjaan adalah karena kurang responsifnya polisi dalam menerima laporan dan atau aduan dari buruh.

Walaupun demikian, pada praktiknya ada pengusaha yang dikenakan sanksi pidana karena tidak memenuhi ketentuan upah minimum. Contohnya seperti dalam artikel Pembayar Upah Rendah Dihukum Penjara, majelis hakim Pengadilan Negeri Bangil, Jawa Timur, menghukum seorang pengusaha mebel satu tahun penjara.

Pengusaha tersebut dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana perburuhan dengan membayar rendah upah buruhnya dan menghalang-halangi buruhnya untuk berserikat. Selain penjara, si pengusaha juga dihukum denda sebesar Rp250 juta.

Oleh karena itu setiap pekerja harus mengetahui akan hak-haknya terutama upah dan jangan pernah takut untuk memperjuangkannya.

Shanto dari berbagai sumber/Coed