(SPNEWS) Jakarta, Berserikat merupakan salah satu hak buruh/pekerja yang telah diatur dan dijamin dalam UUD 1945 pasal 28E ayat 3 “setiap orang bebas atas kebebasan berserikat berkumpul dan mengeluarkan pendapat”, UU no 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, UU no 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan UU No 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Dalam perjalanannya Serikat Pekerja/Buruh pasti menghadapi banyak permasalahan dan hambatan, diantaranya yang muncul dari dalam yaitu masalah individual anggota, solidaritas antar anggota, soliditas organisasi dan solidaritas antar organisasi. Sedangkan masalah yang timbul dari luar adalah hambatan dari pengusaha dan negara. Pengusaha selalu menkondisikan agar para pekerja/buruh fokus kepada dirinya sendiri untuk mencapai posisi-posisi tertentu yang sejatinya sangat terbatas dalam pekerjaan sehingga pada akhirnya membuat pekerja/buruh malas untuk bergabung atau mendirikan serikat pekerja/buruh.

Solidaritas antar anggota sendiri sering kali hanya sebatas Retorika saja tidak semua pengurus apalagi anggota bersedia menanggung segala resiko khususnya ketika sedang menghadapi konflik dengan management sehingga sering kali seorang Ketua Serikat Pekerja/Buruh pada akhirnya harus berjuang sendiri menghadapinya ketika sudah dianggap mengganggu stabilitas di perusahaan/tempat kerja. Dan banyak pula Pengurus yang akhirnya menyerah dan mundur perlahan dari aktivitas organisasi dengan alasan akan fokus pada pekerjaan saja.

Baca juga:  PENDIDIKAN UNTUK ANGGOTA BISA DIMANA SAJA

Masalah soliditas organisasi merupakan masalah yang sangat serius, Pengurus Serikat sering kali tidak mampu menganalisa masalah-masalah yang timbul, bingung dalam mengatur strategi dan alternatif aksi serta ada kebingungan pula dalam menentukan agenda yang penting dan mendesak. Pengurus juga harus dapat memikirkan efektivitas aksi agar dapat lebih dewasa dan berfikir jernih dalam menghadapi segala situasi, sehingga akan dapat melahirkan alternatif-alternatif dalam perjuangan yang harus dilakukan, karena sesungguhnya keamanan dan resiko yang minim itulah yang harus dikedepankan. Pengurus harus tahu bahwa setiap bentuk perlawanan itu tidak harus frontal kepada pihak eksternal (Pengusaha & Negara) tetapi yang paling penting adalah penkondisiian internal agar seluruh anggota solid didalam perlawanan.

Serikat Pekerja/Buruh sering kali tidak berdaya bukan karena minimnya sumber daya Pengurus, tetapi sering kali karena EGO Pengurus Inti yang merasa pintar sendiri sehingga ide-ide yang cerdas biasanya sering dimentahkan tanpa ada upaya untuk mengapresiasi apa lagi mengimpementasikan ide-ide tersebut. Kelompok orang-orang yang sok pintar dan anti kritik yang tidak tahu situasi antara harus berwacana dan bertindak akhirnya mengakibatkan kerja organisasi menjadi terhambat, akibatnya instruksi organisasi tidak berjalan dengan baik karena instruksi akhirnya menjadi bahan perdebatan yang jelas-jelas tidak efektif dan merugikan organisasi.

Baca juga:  WACANA CUTI MELAHIRKAN 6 BULAN MEMBUAT SISTEM KERJA KONTRAK MANJADI PILIHAN

Hubungan Serikat Pekerja/Buruh dengan organisasi lain pun sering kali tidak punya dasar yang kuat untuk saling menguatkan karena ketidaksolidan di internal akan mengakibatkan menurunnya kapabilitas dari pimpinannya sehingga berdampak buruk bagi citra Serikat Pekerja/Buruh di mata organisasi yang lain. Hal ini diperburuk juga dengan konflik kepentingan yang muncul di setiap serikat Pekerja/Buruh yang sering kali mengatasnamakan kepetingan seluruh Pekerja/Buruh namun pada kenyataannya hanya untuk kepentingan dari elit-elit Pengurus SerikatPekerja/Buruh tersebut.

Pengusaha pun tidak akan senang dan tidak akan membiarkan ada Serikat Pekerja/Buruh yang menjadi kuat, sehingga sebisa mungkin pengusaha akan melakukan tindakan-tindakan yang mendorong ke arah pelemahan dari Serikat Pekerja/Buruh baik itu dengan sistem kerja, sistem kontrak, dan lain-lain.

Kebijakan Negara pun banyak yang mempersulit bagi eksistensi dari Serikat Pekerja/Buruh, terbukti dengan banyaknya Peraturan-Peraturan yang mengekang dan merugikan Serikat Pekerja/Buruh salah satu contoh yang nyata adalah PP no 78 tahun 2015 yang membuat eksistensi Serikat Pekerja dalam penentuan besaran upah menjadi hilang.

Demikianlah sekelumit permasalahan yang muncul dan menjadi tantangan bagi eksitensi dari Serikat Pekerja/Buruh. Semoga para aktivis/Pengurus Serikat Pekerja/Buruh selalu berjuang dan tetap fokus menjadi motor dari gerakan Pekerja/Buruh dalam memperjuangkan keadilan dan kesejahteraannya.

Shanto/jabar 6 mengutip dari berbagai sumber