Foto Istimewa
(SPNEWS) Jakarta, Energy Watch menilai pemerintah perlu segera melunasi utang kompensasi kepada PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang mencapai Rp108,4 triliun pada tahun anggaran 2021.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan pelunasan utang tahun lalu itu bakal membantu kinerja operasi dua badan usaha energi milik negara itu untuk menahan harga di tingkat konsumen tidak mengikuti fluktuasi pasar dunia.
“Satu-satunya cara untuk menyelamatkan mereka, pemerintah harus membayar utang kompensasi yang belum dibayarkan di tahun kemarin yang jumlahnya besar sekali, tidak usah 2022 dulu yang 2021 itu saja dibayarkan,” kata Mamit, (24/5/2022).
Permintaan itu disampaikan Mamit menyusul komitmen pemerintah untuk menahan laju harga energi di tengah reli kenaikan harga minyak mentah dunia hingga pertengahan tahun ini. Menurut dia, kedua badan usaha itu mesti ditopang dengan pelunasan utang agar dapat beroperasi optimal.
“Terutama Pertamina, khususnya Patra Niaga mereka sudah babak belum karena untuk menahan kompensasi mereka harus meminjam dulu di sana ada beban bunga akan berdampak pada operasional mereka. Saya khawatir jalur distribusi BBM bisa terganggu,” kata dia.
Berdasarkan data milik Kementerian Keuangan, pemerintah masih memiliki utang kompensasi kepada Pertamina dan PLN sebesar Rp108,4 triliun pada 2021. Perinciannya, utang kompensasi BBM sebesar Rp83,8 triliun dan utang kompensasi listrik Rp24,6 triliun.
Sementara utang kompensasi hingga triwulan pertama 2022 sudah mencapai Rp216,1 triliun. Perinciannya utang kompensasi BBM sebesar Rp194,7 triliun dan listrik mencapai Rp21,4 triliun.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku kesulitan untuk menahan harga bahan bakar minyak atau BBM tetap terjangkau di tengah harga minyak mentah dunia yang masih tertahan tinggi hingga pertengahan tahun ini. Sementara, Jokowi mengatakan, sebagian besar negara besar lainnya sudah menyesuaikan harga BBM mereka mengikuti tren harga energi di pasar dunia.
“Bensin kenaikannya sangat tinggi di negara-negara selain kita, Singapura sekarang harga BBM sudah Rp32.000, Jerman di angka Rp31.000, Thailand Rp20.000. Kita, Pertalite masih Rp7.650, Pertamax Rp12.500 yang lain sudah jauh sekali, karena kita tahan terus, tapi subsidi ini kan membesar-membesar. Sampai kapan kita bisa menahan ini,” kata Jokowi saat acara Evaluasi Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia, Jakarta, Selasa (24/5/2022).
Di sisi lain, Jokowi mengatakan, manuver pemerintah untuk menahan harga energi yang juga diikuti dengan harga pangan belakangan berdampak positif pada situasi inflasi domestik yang masih relatif terkendali. Jokowi mengatakan inflasi Indonesia masih relatif kecil jika dibandingkan dengan negara besar lainnya. Hingga pertengahan tahun ini, Inflasi Indonesia masih berada di kisaran 3,5 persen. Sementara Amerika Serikat dan Turki masing-masing mencatatkan rekor inflasi sebesar 8,3 persen dan 70 persen.
“Bayangkan kita masih di 3,5 persen. Patut kita syukuri tapi karena kita menahan Pertalite, gas, listrik begitu kita ikutkan ke angka keekonomiannya ya pasti inflasi kita akan mengikuti naik,” kata dia.
SN 09/Editor