Ilustrasi
(SPNEWS) Jakarta, Mahkamah Agung (MA) memutuskan sidang kekerasan seksual dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) digelar tertutup. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran (SEMA) Nomor 5 Tahun 2021.
“Terhadap tindak pidana KDRT sebagaimana dimaksud Pasal 46 UU Nomor 23/2004 yang mengandung muatan kekerasan seksual dan penuntut umum tidak mendakwakan tentang delik kesopanan (Pasal 281 KUHP-Pasal 297 KUHP), dengan pertimbangan untuk memberikan perlindungan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan dalam perkara KDRT yang mengandung muatan kekerasan seksual, majelis hakim menyatakan sidang tertutup untuk umum,” demikian bunyi SEMA 5/2021.
Pasal 46 UU PKDRT berbunyi:
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Adapun Pasal 8 huruf a menyatakan kekerasan seksual adalah pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.
Selain itu, dalam perkara dengan terdakwa orang dewasa, ketika anak bersaksi atau jadi saksi korban, sidang dinyatakan tertutup untuk umum.
“Hakim, penuntut umum dan penasihat hukum tidak memakai toga atau atribut kedinasan,” bebernya.
Selain itu, SEMA 5/2021 ini memutuskan praperadilan gugur sejak berkas pokok perkara dilimpahkan dan diterima pengadilan. Sebab, dengan masuknya berkas perkara ke pengadilan, status tahanan menjadi status tahanan hakim dan berubah dari tersangka menjadi terdakwa.
“Dalam hal hakim praperadilan tetap memutus dan mengabulkan permohonan pemohon, putusan (praperadilan, red) tidak menghentikan pemeriksaan perkara pokok,” ujar SEMA.
SN 09/Editor