Pasca di PHK, 11 mantan buruh PT Riau Media Televisi menggugat pesangon, perusahaan malah balik menggugat mantan buruhnya
(SPN News) Riau, Sudah diPHK tanpa pesangon, 11 orang mantan buruh PT Riau Media Televisi (RTv) saat ini harus menghadapi gugatan balik dari tergugat sebesar hampir Dua Miliar, dalam perkara Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Niat hati menuntut hak untuk mendapatkan pesangon pasca di PHK, 11 buruh karyawan RTv, sejak Desember 2018 yang lalu mendaftarkan gugatan ke PN Pekanbaru. Gugatan tersebut, diantaranya menggugat RTv agar membayar Pesangon beserta kerugian materiil dan immateriil sebesar 1,1 Miliar Rupiah. Namun yang terjadi replik yang dilayangkan pihak RTv selaku tergugat, RTv justru menggugat balik sebelas mantan karyawan tersebut, dengan total gugatan sebesar 1, 7 Miliar Rupiah. Hingga saat ini, kedua belah pihak masih menjalani persidangan mempertahankan gugatan masing-masing.
“Hari ini (Senin 18/2) kita masih sidang dengan agenda meminta keterangan dari saksi yang dihadirkan tergugat, “ kata Dedi Harianto Lubis, salah satu Kuasa hukum penggugat, saat dimintai keterangan di PN Pekanbar.
Dedi, menambahkan, bahwa dari fakta persidangan ternyata Perusahaan menuduh karyawan melakukan pelanggaran berat dengan dasar peraturan perusahaan yang sudah tidak berlaku lagi, peristiwa protes dilakukan 21 Mei 2018, namun perusahaan menggunakan peraturan perusahaan yang baru disahkan dinas tenaga kerja pada Juni 2018, ini tidak benar, tidak bisa aturan itu berlaku surut, selain itu, sesungguhnya pihak pekerja ini sudah mendapatkan sanksi, karena pasca protes, mereka dirumahkan dan selama drumahkan hanya diberi gaji 50%, itu melanggar undang-undang ketenagakerjaan, seharusnya jika pekerja drumahkan, perusahaan berikan haknya tetap utuh 100%, itu amanah undang undang,” ungkap Dedi.
Perkara PHI antara Mantan karyawan dengan perusahaan RTv ini, menurutnya, sudah bergulir sejak Desember tahun lalu. Sebelum upaya hukum ini diambil, pihaknya telah mendampingi klien mereka, saat proses mediasi di Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru.
“Sebelum di Pengadilan, kasus ini sudah ditangani Dinas Tenaga Kerja dan transmigrasi Kota Pekanbaru, dengan hasil berupa anjuran agar Pihak RTv membayarkan pesangon kepada Sebelas mantan karyawan mereka. Namun pihak RTv tidak mematuhi anjuran, dan terpaksa kawan kawan mantan karyawan melalui kami menggugat ke Pengadilan”, lanjut Dedi, bipartit pun sebelumnya sudah dua kali dilaksanakan, dan juga buntu.
Salah seorang mantan karyawan Wellly Permana menambahkan bahwa perkara ini dimulai setelah 20 orang buruh PT Riau Media Televisi melakukan aksi protes atas keterlambatan pembayaran gaji yang selalu berulang terjadi sejak Dua tahun terakhir. Aksi protes diwarnai dengan tindakan mematikan siaran selama lebih kurang satu jam.
“Saat aksi itu kami lakukan 21 Mei 2018 lalu, kami merasa ini sudah klimaks. Apalagi, saat itu merupakan hari kelima puasa Ramadhan, bisa dibayangkan bagaimana kami berpuasa tanpa ada uang ditangan,” jelas Welly, yang sudah mengabdi 17 tahun di RTv.
Namun sayangnya, aksi tersebut justru berujung sanksi sepihak yang dikeluarkan manajemen dengan dirumahkannya 20 orang karyawan tersebut. selama menjalani masa dirumahkan, pihak perusahaan juga memotong upah karyawan sebesar 50 persen. Anehnya lagi, saat proses dirumahkan , perusahaan justru menarik Enam orang karyawan yang telah dirumahkan, untuk bekerja kembali.
“Mereka anggap kami melakukan kesalahan berat, namun dalam memberi sanksi kami justru mereka pilih pilih,”lanjut Welly.
Dalam beracara di pengadilan hubungan industrial, PT Riau Media Televisi tampil percaya diri tanpa menggunakan jasa bantuan hukum. Dalam beberapa kali agenda sidang, hadir Direktur Operasional PT Riau Media Televisi Sumedi Susanto yang didampingi salah seorang Manajer dan staf HRD. Dalam replik yang telah disampaikan kepada hakim, PT Riau Media Televisi menampik hampir seluruh materi tuntutan. Tidak hanya itu, pihak RTv juga tetap berpendapat bahwa sebelas karyawan telah melakukan kesalahan berat dan memenuhi unsur pelanggaran ketentuan Undang Undang Ketenagakerjaan. Dedi, juga menambahkan, bahwa sangat Berharap Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial dapat memberikan putusan yang objekif.
SN 09 dikutip dari berbagai sumber/Editor