​Lamongan adalah suatu Kabupaten yang potensial untuk pengembangan kegiatan Industrialisasi, hal ini di sebabkan lokasi Kabupaten Lamongan, terletak pada pada Jalur Industri Nasional yang sangat strategis, setidaknya Jalur darat Lamongan merupakan wilayah yang dilalui Jalur Industri Nasional di Wilayah Panturan Pulau Jawa. Selain itu Lamongan juga di kembangkan Bandara untuk menopang jalur tranportasi udara, selain itu Jalur laut Lamongan memiliki palung laut yang cukup dalam sehingga dapat digunakan untuk jalur laut.

Lahan Kabupaten Lamongan, yang cukup terjangkau menjadikan pengusaha juga sangat berminat untuk berinvestasi Tanah di Kabupaten Lamongan, selain itu Tenaga Kerja yang murah menjadikan pengusaha semakin ngiler untuk dapat berinvestasi di Lamongan, sayangnya hal ini sangat “menyengsarakan masyarakat Lamongan”, karena nilai jual tenaga kerjanya yang murah.

Setidaknya pasca Reformasi, sekitar tahun 2000, 2006, bahkan yang paling masif sekitar tahun 2015 hingga saat ini, gelombang industrialisasi massal telah terjadi di Lamongan, sayangnya hal ini tidak diimbangi dengan berbagai upaya peningkatan kwalitas penyelenggaraan kegiatan industri, yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya dibidang ketenagakerjaan.

Oleh sebab itu pada kesempatan ini, pada akhir Tahun 2017, perlu untuk di tekankan kepada semua pihak, bahwa saat ini adalah saat yang tepat untuk melakukan evolusi ketenaga kerjaan di Kabupaten Lamongan, hal hal apa saja yang perlu untuk melakukan evolusi guna untuk mensukseskan kegiatan Industri yang produktif juga mensejahterakan berbagai pihak?. Jawabnya tentu banyak sekali. Sebab selama ini keuntungan berlimpah kegiatan industri massal di Lamongan hanya di nikmati pengusaha saja, dengan produktivitas tenaga kerja Lamongan yang tinggi, namun upah dua kali lipat lebih murah dari ring 1.

Oleh sebab itu evolusi Ketenagakerjaan perlu dimulai antara lain:

1.Kebebasan Berserikat

Kebebasan berserikat hakekatnya adalah wujud kemerdekaan pekerja, Sesuai UU No 21 Tahun 2000 Tentang Ketenagakerjaan, untuk berorganisasi juga melakukan berbagai kegiatan dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas kerja, baik di lingkungan perusahaan maupun diluar perusahaan, khususnya menghadapi berbagai kebijakan tentang ketenaga kerjaan.

Dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja ataupun Perusahaan perlu untuk dapat bersinergi dengan Serikat pekerja, untuk membangun iklim Hubungan Industrial yang dinamis, harmonis, serta saling menghormati, sehingga upaya untuk meningkatkan kwalitas sistem ketenagakerjaan di Kabupaten Lamongan dapat tercapai, sebab capaian keberhasilan sistem ketenagakerjaan adalah perlu menciptakan sistem yang seimbang antara berbagai pihak yang terkait dengan kegiatan industri. Sehingga masing masing pihak merasa terdapat hubungan yang saling menguntungkan, atau saling mensejahterakan, sehingga loyalitas dalam kegiatan Industri dapat tercapai.

2. Memperketat wajib Lapor

Wajib Lapor hakekatnya adalah prasyarat mutlak dalam penyelenggaraan ketenagakerjaan, namun di Kabupaten Lamongan, dari data yang di himpun penulis, setidaknya sangat banyak kegiatan Industri di Lamongan yang terindikasi tidak melakukan Wajib Lapor, tentu saja hal ini sesungguhnya ilegal.

Oleh sebab itu dalam kesempatan ini perlu untuk dilakukan perbaikan sistem Wajib Lapor dan Pengawasan wajib Lapor yang ketat, sehingga tidak ada kegiatan Penyelenggaraan Ketenagakerjaan yang Ilegal di Lamongan, dimasa mendatang, sebab hal ini dapat merugikan pekerja juga pemerintah.

Baca juga:  KAJIAN K3 DAN IMPLEMENTASI DI MASING-MASING PERUSAHAAN

3. Memperbaiki Sistem Pengupahan dan Menindak Pelaku Kejahatan pengupahan

Sistem Pengupahan di Lamongan sungguh sangat miris, walaupun UU no 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, juga PP 78 Tahun 2015 telah tegas mengatur tentang sistem pengupahan, namun dalam realitasnya persolan pengupahan di Kabupaten Lamongan, masih sangat memprihatinkan, setidaknya hal ini oleh penulis di golongkan menjadi 4 Strata.

a. Menindak atau Menghapus Upah di bbawah UMK untuk Perusahaan Golongan besar.

Rakus ungkapan ini layak untuk pengusaha Lamongan, yang tidak membayar UMK Pekerjanya, walaupun perusahaanya termasuk dalam Golongan Besar, sebab dengan UMK saja pengusaha sudah memperoleh untung yang berlipat dari selisih UMK Kabupaten Lamongan dengan Ring 1, namun realitasnya banyak peruasahaan yang terindikasi masih membayar Upah di bawah UMK dengan berbagai modus, diantaranya Magang lebih dari 3 bulan, tidak ada status kerja dll. Hal ini tentu tidak sesuai dengan Pasal 90 ayat 1 UU no 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi bahwa Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud pasal 89.

b. Membayar UMK untuk Pekerja dengan masa kerja 1 Tahun.

UMK sesuai amanat UU Ketenagakerjaan, PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan meruapakan landasan hukum riil bahwa UMK wajib diterima oleh pekerja Lajang yang bekerja sudah sesuai dengan ketentuan yang diberlakukaj pada aturan tersebut, hal ini menegaskan bahwa pengusaha wajib hukumnya membayar pekerja Lamongan sesuai UMK jika pekerja tersebut bekerja 0 sd 1 Tahun.

c. Perusahaan di Lamongan Wajib membuat dan menerapkan Struktur Skala Upah (SUSU) untuk pekerja lebih dari 1 Tahun, sesuai Amanat UU no 13 Tahun 2003, PP 78 Tahun 2015 dan Permenaker nomer 1 tahun 2017 tentang Struktur Skala Upah.

Bahwa setiap Pengusaha wajib menyususn Struktur Skala Upah, yaitu rincian Upah dari yang terkecil sampai yang tertinggi, yang didasarkan pada massa kerja, jabatan, pendidikan pekerja, Kompetensi dalam organisasi perusahaan,  sehingga ada kejelasan buat pekerja tentang jenjang kesejahteraan yang akan diperoleh jika pekerja konsisten dalam perusahaan tersebut, baik upah yang diperoleh ataupun kesempatan jenjang karier yang berpotensi diraihnya.

d. Mengelompokkan Perusahaan Unggulan di Kabupaten Lamongan, untuk menyusun UMSK (Upah Minimum Sektoral Kabupaten)

Dalam UU no 13 tahun 2003 dan PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, Permenaker No 7 Tahun 2013 Tentang Upah Minimum, bahwa Di Lamongan telah terdapat begitu banyak perusahaan Nasional dan Multinasional, bahkan ada yang memproduksi Unggulan Nasinal juga ada yang di Lamongan, maka hendaknya disnaker menginisiasi untuk mengklasifikasi Sektor Unggulan perusahaan-perusahaan di Kabupaten Lamongan, melalui forum Tripartite, sehingga dapat segera menginisiasi penerapan UMSK pada perusahaan perusahaanr Unggulan yang ada di Kabupaten Lamongan.

4. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Terjamin

Kesehatan dan Keselamatan Kerja tidak henti- hentinya di perbincangkan di Kabupaten Lamongan, sebab meski terdapat Perusahaan di Lamongan yang juara K3, namun realitasnya Kecelakaan Kerja di Kabupaten Lamongan cukup tinggi yang terindikasi tidak terdokumentasi oleh pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Lamongan, setidaknya Penulis telah menginventarisir beberapa korban Kecelakaan Kerja yang tidak memperoleh haknya sesuai ketentuan UU, namun Dinas terkait tidak melakukan tindakan apa-apa, bahkan seperti tidak tahu apa apa.

Baca juga:  PKB SEBAGAI WUJUD ORGANISASI YANG PRODUKTIF

Apakah Seluruh pekerja Lamongan, telah memperoleh BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan tentu saja jawabnya jelas masih banyak pekerja yang tidak memperolehnya, jika terkait dengan toleransi, maka sampai kapan toleransi ini di berlakukan?

5. Outsorcing, Kontrak Kerja dan Pekerja Tetap.

Sesuai Ketentuan Kepmen No 100 Tahun 2004 tentang PKWT dan PKWTT bahwa penyelenggaraan kegiatan Kerja baik Outsorcing atau Pekerja Kontrak memiliki serangkaian persyaratan yang perlu dipenuhi. Namun di Lamongan banyak pekerja yang bekerja bertahun tahun namun statusnya masih pekerja kontrak, hal ini yang perlu di tegaskan oleh Pengawas Ketenagakerjaan untuk menginisiasi berbagai kebijakan atau upaya agar stayus pekerja dapat di tetapkan sesuai ketentuan yang berlaku.

6. Mengaktifkan  Lembaga Tripartite tingkat Kabupaten

Tentu saja Hubungan Industrial tidak akan berhasil, tanpa ada sistem yang mengatur agar dapat bersinergi antara berbagai pihak, oleh karena itu serangkaian peraturan telah menetapkan Forum LKS Tripartite sebagai sarana untuk menjalin hubungan yang baik antara pelaku Kegiatan Hubungan Industrial, namun di Kabupaten Lamongan, selama ini tidak ada upaya dari pemerintah untuk aktif melakukan Hubungan Industrial yang sehat yakni dengan mengaktifkan LKS Tripartite.

7. Pembinaan Ketenaga Kerjaan

Sesuai amanat UU no 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan, maka Disnaker dapat melakukan pembinaan terhadap pelaku Hubungan Industrial, adapun pelaksanaan atau wujud dari pembinaan tersebut sangatlah bergantung pada kreativitas Disnaker, hal ini agar dapat ditingkatkan.

8. Memperkuat Fungsi Pengawas dan Mediator

Serangkaian aturan merupakan naskah formal yang mengatur norma norma atau hukum hukum ketenaga kerjaan, namun hal ini tidak akan lengkap jika penegak aturan dalam hal ini Pengawas juga Mediator, tidak menunjukkan keberdayaan dan produktivitasnya dalam menyelesaikan kasus kasus ketenaga kerjaan.Setidaknya penulis juga mengapresiasi kinerja Disnaker dan mitranya dalam menangani Kasus Tenaga Kerja Asing.

Namun penulis tidak mengapresiasi ketegasan Pengawas dan Mediator dalam memutus atau menyelesaikan kasus kasus ketenaga kerjaan di Kabupaten Lamongan, hal ini dapat di ketahui dari berbagai kasus yang ada di berbagai perusahaaan di Lamongan, berapa kasus yang mampu di dokumentasi oleh Pengawas atau mediator Kabupaten Lamongan, selain itu berapa kasus yang di putus dan mendapat penyelesaian yang jelas.
Mempertegas, bahwa tujuan penulisan Evolusi Ketenaga Kerjaan di Lamongan, adalah upayaa penulis dalam meningkatkan kualitas Sistem Ketenagakerjaan di Kabupaten Lamongan, dan tiada maksud untuk menyinggung ataupun mengintimidasi pihak pihak tertentu, namun jika ada yang tersinggung dan terintimidasi, maka kita perlu menelaah peraturan normatif yang berlaku di Indonesia juga pelaksanaan Ketenagakerjaan yang ada di Lamongan.

Ari Hidayat aktivis SPN Lamongan/Editor