Gambar Penolakan RUU Cipta Kerja

Menghancurkan tatanan sistem demokrasi ekonomi nasional san demokrasi ketenagakerjaan secara sistematis, dengan melegalisasi imperialisme melalui liberalisasi ekonomi nasional

Dalam pandangan dasar Negara Indonesia Pancasila, Negara memiliki peranan penting dalam kehidupan rakyat Indonesia, yang menjamin hak individu dan menjamin keadilan sosial, dengan demikian Negara Indonesia bukanlah Negara yang kapitalistis, serta bukanlah negara Komunis ala Eropa. Hal ini telah dibahas dengan lugas dalam UUD 1945, yang telah mengalami amandemen empat kali.

Cita cita Pendirian Negara yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, alinia keempat yang berbunyi diantaranya“…Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum…”

Namun diawal tahun 2020, Pemerintah dengan agenda RUU Omnibus Law telah berupaya merubah tatanan perundang undangan, dengan dalih fleksibilitas, efisien dan investasi, telah merancang RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang sangat menghawatirkan kaum pekerja, dari berbagai sisi yang sangat fundamental.

Yang Pertama RUU Omnibus Law Cipta Kerja telah merombak sistem ketenaga Kerjaan, yang semula sesuai UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan mengatur hubungan industrial melalui tripartite, dengan melibatkan Pemerintah daerah Kabupaten, sebagai penyelenggara ketenagakerjaan sebagai amanat UUD 1945 pasal 18 ayat 5, dimana pemerintah daerah melalui Dinas Tenaga Kerja melegalkan Serikat Pekerja, membangun hubungan Industrial Tripartite, baik dalam perselisihan kepentingan, maupun pembahasan persoalan UMK sebagai Jaring pengaman sosial di bidang ketenagakerjaan. Namun ironisnya RUU Omnibus Law Cipta Kerja telah menghilangkan sistem tersebut.

Dengan demikian RUU Omnibus Law Cipta Kerja telah menghancurkan tatanan sistem ketenagakerjaan Indonesia, dengan menghilangkan peranan Negara dalam bidang KetenagaKerjaan (Kabupaten sebagai hirarki Konstitusi bagian bawah Negara) dan amanat UUD 1945 pasal 18. Perubahan yang terdapat RUU Omnibus Law Cipta Kerja, yang merenggut hak Pekerja dan mengancam kesejahteraan pekerja, yakni menghapus tripartite, UMK, kebebasan berserikat, ancaman PHK setiap saat (Demokrasi pekerja lumpuh), karena kasus union busting, akan selalu berujung pada PHK jika perselisihan tidak menemui kesepakatan, dengan demikian jika penentuan Upah dilaksanakan diperusahaan dengan Bipartite, yang melegalkan PHK pekerja secara bebas, yang ada adalah ketidak seimbangan perundingan, Jaminan Pesangon berkurang, dan kerancuan undang undang. Selain itu RUU Omnibus Law juga tidak sesuai dengan UU Otonomi Daerah, yang memberikan keleluasaan pada daerah untuk mengelola bidang Ketenaga Kerjaan. Dengan hilangnya demokrasi politik pekerja di dalam hubungan Industrial, secara nyata pemerintah dan DPR RI telah membuat suatu UU yang berpotensi tidak kesesuaian terhadap sila kedua dan kelima.

Baca juga:  SIDANG LANJUTAN UU CIPTA KERJA, PEMERINTAH MEMINTA TUNDA PEMBACAAN KETERANGAN PRESIDEN

Yang Kedua dengan dalih mempercepat kegiatan investasi, yang mengejar pertumbuhan ekonomi, RUU Omnibus Law Cipta Kerja, disinyalir lebih berpihak pada investor (baik Nasional maupun Multi Nasional), dari pada memperhatikan Kesejahteraan Pekerja, yang berdampak pada peningkatan daya beli, dan mensejahterakan pekerja Nasional, dengan demikian kegiatan Industri yang di gagas melalui RUU Omnibus law, telah kehilangan substansi kegiatan industri, yang diharapkan memiliki korelasi lurus terhadap kesejahteraan rakyat Indonesia, baik yang terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam kegiatan Industrialisasi. Tersedianya kegiatan Usaha adalah untuk meningkatkan daya beli Rakyat Indonesia, bukan sekedar pertumbuhan ekonomi, yang berpotensi tidak berbanding lurus dengan peningkatan daya beli.

Sesungguhnya, UUD 1945 pasal 33 ayat 4 “Perekonomian Nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” hal ini jelas bahwa ekonomi ang hendak di wujudkan oleh Negara sesuai konstitusi adalah pembangunan demokrasi ekonomi Nasional, sedangkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja pada saat ini dibahas di balegnas, justru hendak melegalisasi imperialisme milenial, dengan mempermudah arus investasi dan tenaga kerja asing menjalankan usaha di Indonesia, dengan suatu peraturan perundang undangan yang hendak memurahkan upah “pekerja Indonesia” dengan memangkas berbagai jaminan perlindungan sosial ketenaga kerjaan, hal ini tentu saja tidak sesuai dengan pasal 27 ayat 2 UUD 1945, yang berbunyi ”tiap – tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” sehingga dengan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadikan investor asing selain dipermudah methode investasi, juga dipermudah sarana meraup untung di Indonesia, diantarana dari sektor ketenaga kerjaan, selain itu tenaga kerja asingpun telah dipermudah secara sistemis, sehingga proteksi ketenaga kerjaan Nasional hampir hilang.

Yang Ketiga UU Omnibus Law Cipta Kerja, mengisyaratkan bahwa masa depan Ketenaga Kerjaan Indonesia, pada sisi perekonomian dan kedaulatan politik yang sangat memprihatinkan, karena dari sisi ekonomis, dan kekuatan pekerja di dalam atau diluar perusahaan dalam ruang hubungan Industrial pada posisi yang sangat rentan, dimana hal ini dapat diketahui dari pola rumus pengupahan yang menghilangkan item inflasi, yang setiap tahunnya, sepanjang sejarah selalu mengalami kenaikan yang cukup signifikan, dengan demikian posisi keuangan Pekerja pada setiap tahun akan mengalami penyusutan akibat inflasi dan Kurs Rupiah, dalam PP No 78/2015 yang dianggap sistem pengupahan yang parah, karena tidak mempertimbangkan Kurs Rupiah semakin diperparah dengan pola pengupahan sistem RUU Onibus Law Cipta Kerja.

Baca juga:  DUGAAN PERBUDAKAN MANUSIA OLEH BUPATI LANGKAT

Yang Keempat RUU Omnibus Law Cipta Kerja, ternyata melanggengkan sistem Outsorcing dan Kerja Kontrak, padahal pekerja di Indonesia mengharapkan, status kerjanya diperjelas sebagai pekerja Tetap atau PKWTT, sebagai suatu akibat dari dedikasi, loyalitas pada masa produktif, hingga masa pensiun.

Hal inilah yang sangat fundamental, dalam sistem hubungan Industrial yang di rencanakan melalui RUU Omnibus Law, karena akibat RUU ini akan dapat berdampak pada hilangnya iklim Demokrasi dalam bidang Ketenaga Kerjaan, yakni Satu Demokrasi Ekonomi, hak – hak demokrasi yang memiliki dampak sistemis dalam perekonomian pekerja, mulai dilumpuhkan, padahall kesejahteraan pekerja, akan mampu menggerakkan sektor riil, hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi merupakan faktor positif dalam sistem perekonomian global, namun hal ini tidak nampak dalam RUU omnibus Law, karena pertumbuhan ekonomi yang digagas melaui RUU omnibus Law Cipta Kerja, justru akan memporak porandakan sektor riil, karena pendapatan pekerja mengalami penyusutan dari masa ke masa.

Kelima RUU Omnibus Law dapat mencederai Demokrasi politik pekerja, mengancam kemerdekaan berserikat pekerja baik di dalam atau diluar perusahaan, dengan demikian RUU omnibus Law, sesungguhnya tidak sesuai dengan semangat keIndonesiaan, gambaran ini dapat kita pahami bahwa memang suatu hal yang wajar apabila berbagai pihak meradang terkait RUU Omnibus Law Cipta Kerja, yang tidak terlihat manfaat dan faedahnya buat pekerja saat ini dan dimasa mendatang.

Selamat berjuang Pekerja Nasional, semoga saja sekelumit kata kata kita, didengar oleh Allah SWT, sehingga DPR RI yang akan membahas dan mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dapat mengakomodir dan benar benar memperjuangkan Nasib Pekerja, sehingga RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang berlaku nanti diharapkan dapat berpihak pada pekerja Nasional dan dapat menyejahterakan rakyat Indonesia.

Ari Hidayat/Editor