Ilustrasi Ruang Rawat Inap
Penerapan kelas standar akan dibagi menjadi dua kelas, yakni Kelas A untuk peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) dan Kelas B diperuntukkan untuk peserta Non-PBI JKN.
(SPNEWS) Jakarta, Dalam menerapkan rawat inap kelas standar program BPJS Kesehatan terdapat beberapa syarat. Menurut Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dibutuhkan waktu dan anggaran yang mumpuni untuk mengimplementasikan kelas standar.
Ketua Kompartemen Jaminan Kesehatan PERSI Daniel Wibowo mengatakan persiapan untuk menata kembali ruang perawatan kelas standar dibutuhkan waktu yang panjang karena ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh rumah sakit.
“Ada persyaratan ukuran (kamar), kamar mandi harus di dalam, ada persyaratan tata udara. Bahkan ada persyaratan gorden pembatasnya, jadi kami harus menyesuaikan itu,” jelas Daniel (23/3/2021).
“Jelas tantangannya adalah kita harus menyesuaikan. Yang pertama pasti tantangannya adalah financial, bagaimana pun juga rumah sakit ada biaya operasional,” kata Daniel melanjutkan.
Seperti diketahui, penerapan kelas standar akan dibagi menjadi dua kelas, yakni Kelas A untuk peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) dan Kelas B diperuntukkan untuk peserta Non-PBI JKN. Dari penerapan Kelas A dan B tersebut, DJSN telah menetapkan 11 kriteria.
Dari ke-11 kriteria tersebut ada dua perbedaan antara Kelas A dan Kelas B.
Misalnya, di Kelas A, minimal luas per tempat tidur (dalam meter persegi/m2) adalah 7,2 m2 dengan jumlah maksimal 6 tempat tidur per ruangan. Sementara di Kelas B luas per tempat tidur 10m2, dengan jumlah maksimal tempat 4 tidur per ruangan.
Kemudian 9 kriteria kelas standar A dan B lainnya memiliki konsep yang sama, yakni:
1. Bahan bangunan tidak boleh memiliki porositas yang tinggi.
2. Jarak antar tempat tidur 2,4 meter. Antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter, dengan standar tempat tidur semi elektrik.
3. Disediakan satu nakas atau meja kecil per tempat tidur.
4. Suhu ruangan antara 20-26 derajat celcius.
5. Kamar mandi di dalam ruangan. Kamar juga memiliki standar aksesibilitas, misalnya memiliki ruang gerak yang cukup untuk pengguna kursi roda, dilengkapi pegangan rambat (handrail), dan sebagainya.
6. Rel pada tirai dibenamkan atau menempel di plafon dan bahan tidak berpori.
7. Menjamin pertukaran udara untuk mekanik minimal pertukaran 6 kali per jam untuk ventilasi alami
8. Mengoptimalkan pencahayaan alami. Jika pencahayaan buatan, maka intensitas pencahayaannya 250 lux untuk penerangan dan 50 lu untuk tidur.
9. Setiap tempat tidur dilengkapi dengan; minimal 2 stop kontak dan tidak boleh percabangan/sambungan langsung tanpa pengamanan arus, outlet oksigen, dan nurse call yang terhubung dengan perawat.
SN 09/Editor