Ketentuan hukum mengenai Pembayaran pesangon bagi karyawan pensiun sudah diatur dalam Undang-Undang No 13/2003 tentang ketenagakerjaan pasal 167. Pengaturan pembayaran pesangon untuk karyawan pensiun menurut pasal tersebut diatur dengan skema sebagai berikut :

1. Pengusaha mengikutkan program pensiun dengan iuran dibayar 100% oleh Pengusah
2. Perusahaan tidak mengikutkan program pensiun
3. Pengusaha mengikutkan program pensiun iuran ditanggung bersama antara pengusaha dan Pekerja

A. Apabila Pengusaha mengikutkan program pensiun dengan iuran dibayar 100% oleh Pengusaha, maka pekerja tidak berhak mendapatkan pesangon (terdiri dari uang pesangon, uang penghargaan kerja dan uang penggantian hak sesuai pasal 156). Hal ini telah diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan pasal 167 ayat (1) “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon sesuai tentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), tetapi tetap berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Berdasarkan pasal 167 ayat 1 diatas telah jelas, bahwa apabila pengusaha telah mengikutkan program pensiun dengan iuaran dibayar penuh oleh pengusaha, maka pengusaha tidak dikenakan kewajiban lagi untuk membayar pesangon kepada pekerja saat di PHK pada usia pensiun, asalkan besaran uang pensiun dari hasil premi atau program manfaat pensiun tersebut minimal sama atau lebih besar dari perhitungan pesangon yang diwajibkan oleh pasal 156. Apabila terdapat kekurangan, atau manfaat program pensiun yang dibayarkan sekaligus lebih kecil dari uang pesangon, maka pengusaha masih memiliki kewajiban untuk membayar selisih pesangon tersebut. Hal ini diatur dalam pasal 167 ayat 2 yang berbunyi :
“Dalam hal besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang diterima sekaligus dalam program pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata lebih kecil daripada jumlah uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4), maka selisihnya dibayar oleh pengusaha”.

Baca juga:  PERLINDUNGAN FINANSIAL DI MASA DEPAN DALAM KERANGKA ASURANSI DAN DANA PENSIUN

B. Apabila Pengusaha tidak mengikutkan program pensiun maka sudah sangat jelas diatur dalam kentetuan pasal 167 ayat 5. Yang intinya memberikan kewajiban bagi pengusaha untuk membayar pesangon sesuai ketentuan pasal 156. Yakni 2 kali pesangon, penghargaan masa kerja sesuai tabel masa kerja yang diatur undang-undang, dan uang penggantian hak.

C.Apabila pengusaha mengikutkan program pensiun dengan iuran ditanggung bersama antara pengusaha dan pekerja. Maka pengusaha masih mempunyai kewajiban untuk membayar uang pesangon sesuai pasal 156 kepada karyawan yang di PHK pada saat usia pensiun. Besaran uang pesangon yang dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja adalah selisih dari uang pesangon dikurangi oleh iuaran / premi yang telah dibayarkan oleh pengusaha. Artinya bila uang premi yang telah dibayarkan oleh perusahaan dan besaran manfaat pensiun yang diterima sekaligus oleh pekerja saat pensiun lebih kecil dari jumlah pesangon sesuai ketentuan 156 UU Ketenagakerjaan, maka pengusaha masih memiliki kewajiban untuk membayar sisanya atau selisihnya. Ketentuan diatas diatur pada pasal 167 ayat (2) dan ayat 3.
“Dalam hal pengusaha telah mengikut sertakan pekerja/buruh dalam program pensiun yang iurannya/preminya dibayar oleh pengusaha dan pekerja/buruh, maka yang diperhitungkan dengan uang pesangon yaitu uang pensiun yang premi/iurannya dibayar oleh pengusaha.

Lantas bagaimana dengan program pensiun yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan ? apakah pengusaha masih dibebankan untuk membayar pesangon ?. Dari pertanyaan ini, ada dua arus perspektif dalam menjawabnya. Perspektif pertama, berpendapat bahwa apabila pengusaha telah mengikutkan program pensiun, maka perusahaan hanya membayar sisa kekurangan pesangon apabila masih kurang. Dan apabila sudah lebih besar dari pesangon, iuran pensiun yang dibayarkan perusahaan maka otomatis perusahaan tidak lagi dibebankan kewajiban membayar pesangon. Pendapat ini bersumber dari pasal 157 ayat 2 dan 3. Walaupun, dari pendapat ini disanggah oleh pasal 167 ayat 6, sesuai pendapat ahli hukum yang kedua. (pemaparan pendapat kedua, dijelaskan pada artikel dibawah ini). Menurut pendapat pertama, secara historical UU Ketenagakerjaan telah mengatur program jaminan hari tua yang wajib didaftarkan oleh pengusaha adalah jaminan hari tua. Sesuai UU tentang Jamsostek. Setelah lahirnya UU No 24 Tahun 2011. Barulah diatur jaminan pensiun yang menjadi program BPJS Ketenagakerjaan. Jadi, lahirnya UU No 13 Tahun 2003 telah mengatur kewajiban perusahaan adalah pada jaminan hari tua, bukan jaminan pensiun. Sehingga, ketentuan ayat 6 pasal 167 dapat dikesampingkan atau tidak dapat diterapkan. Dengan demikian, perusahaan dibebaskan dari pembayaran pesangon apabila melakukan PHK kepada karyawan yang telah memasuki usia pensiun sesuai pasal 167 ayat 2 dan 3 diatas. Atau dibayar secara proporsional.

Baca juga:  BENTUK KARAKTER MENTAL KUAT MELALUI POD

Sedangkan pendapat atau perspektif kedua, berpendapat bahwa terhadap perusahaan yang telah mengikutkan program pensiun dan iuaran dibayar oleh pengusaha dan pekerja (3% dibayar pengusaha dan 1 % dibayar pekerja). Maka terhadap pengusaha, masih diwajibkan untuk membayar pesangon kepada pekerja yang di PHK karena usia pensiun sesuai ketentuan pasal 156 UU Ketenagakerjaan. Pendapat ini bersumber pada pasal 167 ayat 6 UU Ketenagakerjaan. Yang berbunyi :
“Hak atas manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) tidak menghilangkan hak pekerja/buruh atas jaminan hari tua yang bersifat wajib sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Pada pasal 167 ayat 6 disebutkan frasa “ tidak menghilangkan hak pekerja/buruh atas jaminan hari tua yang bersifat wajib”. Frasa tersebut menjadi sumber aturan bahwa Program pensiun BPJS Ketenagakerjaan adalah program jaminan yang wajib diikuti oleh pengusaha sesuai PP No. 45 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun. Artinya berdasarkan pasal tersebut, maka perusahaan masih memiliki kewajiban untuk membayar pesangon sesuai pasal 156 UU Ketenagakerjaan. Karena, program pensiun BPJS Ketenagakerjaan merupakan program jaminan hari tua yang bersifat wajib.

SN 09 dikutip dari berbagai sumber/Editor