Gambar Ilustrasi

PT Merpati Nusantara Airlines masih mempunyai hutang pesangon untuk 1.233 pekerjanya

(SPN News) Jakarta, mantan pekerja PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) membeberkan utang perusahaan untuk pesangon 1.233 karyawan yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak April 2016. PT MNA tercatat masih menunggak Rp 318,17 miliar untuk pembayaran kedua pesangon atas karyawan-karyawan tersebut.

Utang itu merupakan sisa dari pesangon yang belum dibayarkan. Hal itu diungkapkan oleh Mantan SVP Corporate Planning PT MNA Ery Wardhana yang mendatangi Kementerian BUMN untuk melakukan audiensi atas hak-haknya bersama dengan 9 orang eks-karyawan lainnya yang tergabung dalam Tim Dobrak Merpati.

“Kami hanya minta satu, hak kami diselesaikan. Pesangon kami. Dan tidak ada kepastian ini pembayarannya kapan akan diselesaikan,” kata Ery, (9/7/2020).

Ery membeberkan, sejak awal pencairan pesangon terhadap 1.233 karyawan tersebut sudah tak berjalan mulus. Pasalnya, dari hak 100%, pada akhirnya PT MNA hanya memberikan pesangon 50% pada karyawan-karyawan tersebut.

Selain itu, pencairan pesangon yang sudah dipotong itu pun dicicil dua kali. Pada tahun 2018, PT Merpati Nusantara Airlines baru melakukan satu kali cicilan. Sementara cicilan keduanya tak terlunasi hingga sekarang.

“Terakhir bayar itu 31 Desember 2018. Ini sudah 2020,” imbuh dia.

“Nah setelah pesangonnya dipotong, pilihannya itu sukarela. Ini sudah dipotong duluan. Terus tanda tangan mereka perjanjian. Pesangon dipotong, terus pesangonnya dibayar 2 kali, dipotong 2 lagi. Sisanya surat pengakuan hutang, dimintalah ini dokumen. Tapi lemah sekali posisi karyawan di sini,” bebernya.

Baca juga:  GAPKI LARANG TENAGA KERJA ANAK DI PERKEBUNAN SAWIT

Selain itu, PT MNA juga belum menyelesaikan kewajiban pembayaran Hak Dana Pensiun dengan perkiraan Nilai Solvabilitas Awal adalah sebesar Rp 94,88 Milyar, dengan jumlah peserta 1.744 orang (termasuk 672 pensiunan/senior). Ery menjelaskan, penyebab hal tersebut ialah dibubarkannya Dana Pensiun oleh Dirut Merpati sejak 22 Januari 2015, dan tidak ada kepastian kapan pembayaran akan diselesaikan

Ery pun sangat menyesalkan hal tersebut. Ia mengatakan, hari ini pun mantan Direktur Merpati periode 1992-1995 Ridwan Fatarudin yang sudah berusia 82 tahun sampai terjun audiensi untuk memperoleh hak pensiunannya yang sudah bertahun-tahun tak dibayar.

“Padahal berapa sih pensiunannya? Rp 400.000/bulan. Dan hampir setiap hari ditelepon kolega-koleganya dulu. Sudah tidak lagi dapat pensiunan. Nggak bisa bayar anak sekolah. Ini mau sampai kapan?” jelas Ery.

Adapun audensi dengan Kementrian BUMN menemui jalan buntu. Menurut Ery audiensi berjalan alot. Pasalnya, baik Kementerian BUMN yang kali ini diwakili oleh Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Inspektur Jenderal Polisi Carlo Brix Tewu dan juga Direktur Utama (Dirut) Merpati Asep Ekanugraha tak memberikan kepastian kapan sisa pesangon cair.

“Nggak ada titik temunya. Keliatan hanya bela diri saja. Nah itu kapan. semuanya makin tidak jelas,” ungkap Ery.

Menurutnya, baik Carlo maupun Asep hanya berpaku pada Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri Surabaya. PKPU itu muncul ketika sebuah perusahaan katering (Parewa Catering) dan kreditur lain yang diajukan adalah PT Prathita Titian Nusantara (anak Usaha Dana Pensiun Merpati) dan PT Kirana Mitra Mandiri menagih utang pada PT MNA sebesar Rp 2,4 miliar.

Baca juga:  MEDIASI KASUS PT SULINDAFIN KOTA TANGERANG MENEMUI JALAN BUNTU

“Apa yang terjadi 2018? Tiba-tiba nggak ada angin nggak ada hujan, Merpati dimohon PKPU oleh nilai utangnya cuma Rp 2,4 miliar,” imbuh Ery.

Menurut Ery, PKPU dijadikan dalih oleh Direksi PT Merpati Nusantara Airlines sebagai penundaan pelunasan pesangon. Pasalnya dalam PKPU, PT MNA harus mencari investor dahulu agar bisa menerbitkan utang dengan jaminan dari investor tersebut untuk membayar sisa pesangon.

“Saya cuma minta klarifikasi. Apakah program yang mereka jalankan ada layoff karyawan, ada PKPU apakah sesuai dengan rencana restrukturisasi sdm. Tanya saja karena saya punya dokumen. Yang disebut PKPU bukan begitu caranya untuk PHK orang,” kata Ery geram.

Ery mengatakan, dalam audiensi tersebut ia juga tak memperoleh kepastian mengenai investor yang jadi persyaratan untuk melunasi pesangon dalam PKPU.

“Di dalam keputusan ini ada syaratnya Merpati harus hidup dulu. Kita tanya AOC (Air Operator Certificate) kapan? Nggak bisa jawab. Karena AOC ini tergantung adanya investor. Investor sebelumnya ada yang berani menggelontorkan uang Rp 6,4 triliun. Itu bukan uang kecil. Tapi sekarang investornya dipenjara,” ungkap Ery.

“Nah sekarang dia mulai mencari investor lain yang bisa menggelontorkan uang berapa. Tapi kalau ditanya mereka bilang ada, ada, ada. Tapi dia nggak sebut,” sambung Ery.

SN 09/Editor