PPATK menyatakan dengan disahkannya Perpres No 13/2018 maka perusahaan yang melakukan praktek pencucian uang dapat dipidanakan
(SPN News) Jakarta, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPTK) menilai para pelaku kejahatan sering mendirikan korporasi untuk melakukan tindak pencucian uang dari hasil kejahatannya.
Para pelaku juga dinilai memanfaatkan korporasi untuk menyembunyikan identitas mereka.
“Koorporasi sering kali digunakan oleh pelaku tindak pidana untuk menyembunyikan dan menyamarkan identitas pelaku dan hasil tindak pidana. Koorporasi juga dimanfaatkan pelaku tindak pidana sebagai kendaraan atau media pencucian uang,” kata Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin dalam sebuah seminar di Kemayoran, Jakarta Pusat, (27/3).
Untuk mencegah tindak pidana tersebut, kata Kiagus, PPATK melakukan kerjasama dan koordinasi dengan beberapa lembaga seperti KPK, OJK, dan Bank Indonesia.
“Koordinasinya sama seperti selama ini yang kita lakukan. Ini kan ada lembaga pengawas pengatur seperti OJK dalam hal perbankan, penyedia jasa keuangan baik perbankan maupun nonbank,” ujarnya.
Kiagus mengatakan ancaman tindak pidana korupsi yang dilakukan korporasi juga lebih tinggi dibandingkan perorangan. Nilai ancaman yang dilakukan korporasi sebesar 7,1 dan perorangan 6,74.
“Terindikasi bahwa tingkat ancaman tindak pidana uang yang dilakukan korporasi lebih tinggi dengan nilai ancaman sebesar 7,1 dibandingkan dengan ancaman yang dilakukan perorangan dengan nilai ancaman 6,74, ” ucap Kiagus.
Menurutnya, dengan adanya Perpres Nomor 13/2018 itu, terutama mengenai transparansi pemilik manfaat dalam suatu korporasi akan mencegah tindak pencucian uang atau pendanaan tindak pidana yang terjadi melalui korporasi ataupun perorangan.
“Dengan Perpres Nomor 13/2018 ini akan mendorong terwujudnya korporasi yang berintegrasi dan jauh dari tindak pidana pencucian uang di Indonesia,” ucap Kiagus.
Shanto dikutip dari merdeka.com/Editor