Bahodopi, 12 Agustus 2024 (SPNEWS) – Buruh perempuan dari berbagai serikat pekerja di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, berkumpul dalam sebuah pertemuan di Café Gazebo, Keurea. Pertemuan ini diinisiasi oleh Persatuan Serikat Srikandi Morowali (PSSM), yang terdiri dari Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Morowali, Serikat Pekerja Industri Morowali (SPIM), dan Federasi Pertambangan dan Energi (FPE). Mereka bersama-sama membahas berbagai permasalahan yang dihadapi buruh perempuan di Kawasan PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
Kholifatul Hasanah, Koordinator Buruh Perempuan SPN Kabupaten Morowali yang juga menjabat sebagai Bendahara PSP SPN PT. Guang Ching Nickel Stainless Steel Industry (GCNS), menyatakan harapannya agar pertemuan ini dapat menghasilkan solusi nyata atas permasalahan yang dialami buruh perempuan di kawasan industri tersebut. Selain itu, ia juga menginginkan adanya ide-ide baru yang dapat mendorong partisipasi perempuan yang lebih seimbang dengan laki-laki dalam dunia kerja.
“Saya meminta kepada seluruh buruh perempuan yang bekerja dalam kawasan PT. IMIP untuk bergabung dalam serikat pekerja dan berani bersuara demi memperjuangkan hak-hak mereka. Dengan demikian, buruh perempuan tidak akan dirugikan. Pertemuan ini akan rutin diadakan setiap bulan, agar masalah yang menimpa buruh perempuan bisa segera dicari solusi dan diminimalisir,” ujar Kholifatul Hasanah kepada SPNews.
Dalam pertemuan tersebut, ada delapan isu utama yang menjadi fokus pembahasan. Pertama, masalah cuti haid yang masih sering diabaikan oleh perusahaan. Kedua, hak cuti melahirkan yang belum sepenuhnya diberikan sesuai peraturan. Ketiga, adanya pembatasan Surat Keterangan Sakit (SKS) bagi buruh perempuan yang sedang hamil. Keempat, beberapa buruh perempuan masih harus melakukan pekerjaan berat, seperti memikul scaffolding, yang terjadi di PT. Chengtok Lithium Indonesia (CTLI).
Isu kelima adalah tentang buruh perempuan yang baru bisa mengambil shift reguler setelah usia kehamilan mereka mencapai lima bulan, seperti yang terjadi di PT. Qing Feng Ferrochrome (QFF). Keenam, hak cuti tahunan yang hanya diberikan selama empat hari dan tidak diizinkan untuk diambil enam hari sekaligus. Ketujuh, distribusi Alat Pelindung Diri (APD) yang tidak merata, terutama di bagian kantin yang tidak diberikan masker. Terakhir, masalah sistem absensi fingerprint yang dianggap kurang adil.
Pertemuan ini menunjukkan komitmen buruh perempuan di Morowali untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka dan mencari solusi atas permasalahan yang mereka hadapi di tempat kerja. Dengan pertemuan rutin ini, diharapkan isu-isu yang muncul dapat segera ditangani dan partisipasi perempuan dalam dunia kerja dapat lebih ditingkatkan.
(SN-08)