Pemerintah pada 1 Maret 2018 telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 13/ 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Peraturan ini menjadi senjata baru bagi upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme yang selama ini pelaku materialnya banyak berlindung dibalik korporasi. Namun, disisi lain peraturan ini juga memberikan kewajiban baru bagi korporasi untuk transparan menetapkan dan mengungkapkan pemilik manfaat dari suatu korporasi (beneficial ownership/BO)
Perpres ini juga mengatur bahwa korporasi yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 3, Pasal 14, Pasal 18 dan Pasal 22 akan diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 24). Meskipun sanksi yang dimaksud tidak dijelaskan lebih detail, pelaksanaan kepatuhan korporasi dalam penerapan prinsip mengenali BO dilakukan pengawasan oleh instansi yang berwenang, bahkan termasuk kewenangan instansi dalam melakukan audit terhadap korporasi dan mengadakan kegiatan administratif lain. Transparansi BO ini selain dapat diakses oleh instansi yang berwenang, juga dapat diakses oleh setiap orang yang meminta informasi BO kepada instansi berwenang yang dilaksanakan dengan ketentuan perundang-undangan mengenai keterbukaan informasi publik (Pasal 29).
Perpres tentang transparansi BO ini selaras dengan ketentuan Perma No 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Korporasi yang menegaskan bahwa Korporasi harus bertanggung jawab secara pidana atas kejahatan yang dilakukannya ( corporate liability ). Tentunya, bagaimana implementasi atas peraturan ini ke depan akan menjadi catatan penting upaya pemerintah Indonesia dalam membangun komitmen nyata untuk memberantas kejahatan, tidak hanya tindak pidana pencucian uang dan terorisme tapi juga kejahatan korporasi lainnya seperti korupsi, perpajakan, dsb. Di sisi lain, bagi korporasi yang mau dan telah melaksanakan kepatuhan atas transparansi BO, patut diapresiasi sebagai upaya korporasi membangun corporate culture yang transparan dan berintegritas serta wujud komitmen sebagai corporate citizenship yang baik.
Menurut Ketua Bidang Advokasi DPP SPN Djoko Heriono dengan adanya Perpres ini maka yang bertanggung jawab pada suatu perusahaan tidak hanya Direktur atau orang yang menerima kuasa dari Direksi, tetapi sekarang tanggung jawab itu ada pada orang yang memiliki 25% saham atau lebih atau mandat dalam menentukan keputusan korporasi atau menikmati hasil dari korporasi, sehingga bagi buruh kita bisa meminta agar pemegang saham 25% atau lebih atau memiliki mandat RUPS 25% atau yang menikmati keuntungan perusahaan 25% atau lebih untuk ikut bertanggung jawab terhadap kewajibannya kepada buruh.
Shanto dari berbagai sumber/Editor