(SPNews) Jakarta, (1/5/2016) 15.000 buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) akan mengawal penyampaian 12 Tuntutan Buruh kepada Komisi IX DPR RI pada Peringatan May Day 2016 di depan gedung DPR/MPR pada minggu 1 Mei 2016.
12 tuntutan tersebut adalah Cabut PP No 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan, Bubarkan BPJS, Tolak Tenaga Kerja Asing yang berkedok Investasi, Tolak Tax Amnesty, Cabut Peraturan Tentang Objek Vital, Stop & Lawan Kriminalisasi Aktivis Buruh, Rativikasi Konvensi ILO No 183 tentang Cuti Melahirkan 14 Minggu, Hapus System Kerja Kontrak dan outsourching, Revisi Undang-Undang No 2 Tahun 2004 tentang PPHI, Penegakan Supremasi Hukum Ketenagakerjaan dengan membentuk Desk Pidana Ketenagakerjaan di Kepolisian, Turunkan harga BBM, Hapus Upah Padat Karya. Itu adalah permasalahan rill kelas pekerja/buruh dalam aktivitas ketenagakerjaan di Republik Indonesia dewasa ini yang sungguh sangat memperhatikan atas kebijakan pemerintah yang cenderung tajam ke pekerja/buruh tetapi tumpul kepada investor.
Permasalahan yang fundamental bagi pekerja/buruh tentang pengupahan pun seolah dijadikan mainan investasi dengan tidak memperhatikan masalah pekerja/buruh yang sebenarnya. Belum selesai perdebatan mengenai pelayanan jaminan sosial yang dirasa masih setengah hati. Pemerintah justru membagi-bagikan uang pekerja/buruh untuk membangun konstruksi bangunan kapitalis berwujud BPJS Ketenagakerjaan. Beban hidup yang sangat berat masih harus ditambah dengan angsuran lintah darat bernama BPJS Kesehatan yang pelayanannya sangat tidak professional dan selalu menyisakan masalah baru di setiap daerah.
Pemiskinan dan Pengangguran masih menjadi persoalan besar di Negeri ini, namun Pemerintah telah kembali membuka ruang yang sebesar-besarnya kepada tenaga asing untuk semua lapangan pekerjaan bahkan untuk menjadi kuli bangunan khususnya dari tenaga kerja dari Tiongkok RRC hanya untuk alasan masuknya investasi dan mengucurnya pinjaman luar negeri.
Begitu pula dengan rencana dikeluarkannya Undang-Undang Tax Amnesty yang semuanya hanya tipu daya dari para pengemplang pajak dan menjadi lahan korupsi baru untuk pejabat bermental korupsi, karena tidak ada jaminan para pengemplang pajak yang menanamkan modalnya di luar negeri akan menarik modalnya ke Indonesia dan bersedia membayar pajak.
Disaat para pimpinan Serikat Pekerja/Serikat Buruh menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana dijamin Undang-Undang untuk memperjuangkan nasib pekerja/buruh dan keluarganya masih dihantui upaya Kriminalisasi dan menghadapi pembatasan ruang gerak perjuangan khususnya setelah pemerintah mengeluarkan Keppres dan SK bersama Menteri Perindustrian dan ESDM tentang Objek Vital Nasional. Di mana setiap saat pekerja/buruh dikriminalisasi ketika mereka menuntut hak-haknya yang sebenarnya yang sudah diatur dalam UU atau Peraturan Ketenagakerjaan.
SPN juga meminta Pemerintah dan DPR untuk merativikasi konvensi ILO No 183 tentang cuti hamil dan melahirkan menjadi 14 minggu, hal ini sangat perlu agar pekerja/buruh perempuan bisa memberikan ASI dan memberikan hubungan emosional secara langsung kepada anaknya, setidaknya dalam 14 minggu, karena ASI adalah menjadi hal yang sangat penting bagi pertumbuhan bayi yang kelak akan menjadi penerus bangsa.
SPN juga akan terus konsisten untuk meminta pemerintah untuk menghapus pekerja kontrak dan outscourching. Karena dengan sistem kerja kontrak dan outscourching pekerja/buruh menjadi tidak punya kepastian sumber nafkah yang berkelanjutan dan tidak nyaman di dalam menjalankan tugas dan pekerjaan karena masa kontrak yang setiap saat bisa berakhir akan menjadi beban pemikiran yang mengakibatkan menurunnya produktifitas.
Isu lain yang tidak kalah pentingnya adalah Revisi UU PPHI karena UU ini tidak pernah sesuai dengan harapan pekerja/buruh, bahwa proses peradilan ketenagakerjaan yang murah dan cepat, di mana termasuk di dalamnya adalah biaya yang murah. Faktanya UU ini malah membuat nasib buruh tidak punya kesempatan untuk mendapatkan keadilan dan biaya malah lebih mahal.
Dengan kondisi dan situasi tersebut diatas SPN pantang menyerah untuk terus menyuarakan tuntutan tersebut sampai pemerintah mengabulkan.
Demikianlah peryataan sikap dan 12 tuntutan dari SPN dalam aksi nasional memperingati May Day 2016. Peryataan sikap ini disampaikan Ketua Umum DPP SPN Iwan Kusmawan SH kepada Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf.
Kontributor/CoED