Ilustrasi

(SPNEWS) Jakarta, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi (Pusdik MK) menyelenggarakan kegiatan Peningkatan Pemahamahan Hak Konstitusional Warga Negara (PPHKWN) bagi Organisasi Pekerja, pada Selasa (26/7/2022) sore. Kegiatan yang diselenggarakan secara daring ini dibuka oleh Wakil Ketua MK Aswanto dan dihadiri Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah.

Aswanto dalam sambutannya menyatakan hak asasi manusia (HAM) berbeda dengan hak konstitusional. HAM merupakan hak yang diperoleh setiap manusia sebagai konsekuensi ia dilahirkan sebagai manusia. Sedangkan Hak konstitusional adalah hak yang dimiliki seseorang karena ia menjadi warga negara dari sebuah negara.

“Maka hak konstitusional itu hanya diberikan kepada manusia yang kebetulan memilih Indonesia sebagai negaranya atau dengan kata lain yang menjadi warga negara Indonesia. Orang-orang yang bukan warga negara tidak dijamin hak konstitusionalnya di dalam Undang-Undang Dasar (UUD). Yang dijamin di dalam UUD itu adalah warga negara Indonesia,” kata Aswanto secara daring dari Ruang Kerjanya di Gedung MK, Jakarta.

Lebih lanjut Aswanto mengatakan beracara di MK adalah dalam rangka memperjuangkan hak-hak konstitusional yang mungkin didegradasikan oleh lahirnya sebuah undang-undang (UU). Hak-hak konstitusional sebagaimana dijamin dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kalau terimplementasi secara baik, niscaya harapan para pendiri negara untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur akan tercapai. Sebab aspek kehidupan berbangsa dan bernegara telah dijamin dalam Konstitusi.

“Persoalan berikutnya, apakah jaminan itu bisa terlaksana dalam keseharian, sebagai konsekuensi negara hukum, tidak hanya dalam konteks rechtsstaat tetapi juga dalam konteks rule of law. Ketika ada hak-hak konstitusional atau hak-hak warga negara yang sudah dijamin dalam Konstitusi kemudian didegradasikan atau diabaikan, maka mekanisme yang kita tempuh adalah melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi,” terang Aswanto sekaligus menyarankan para peserta PPHKWN apabila merasa hak-hak konstitusionalnya terabaikan atau dirugikan, maka dapat menempuh mekanisme hukum melalui pengujian UU di MK.

Selanjutnya, untuk menjabarkan lebih jauh hak-hak konstitusional itu, ditindaklanjuti dengan membuat berbagai macam UU. Semua aspek di negara Indonesia sudah ada aturan hukumnya. Semua aturan merupakan penjabaran hak-hak konstitusional.

Baca juga:  SPN MOROWALI MENOLAK KENAIKAN UPAH RP 75.000 DI PT IMIP

“Oleh sebab itu, mestinya undang-undang tidak boleh justru mengabaikan atau menyimpangi hak-hak konstitusional warga negara sebagaimana yang telah dijamin dalam Konstitusi. Sebagai kelengkapan rule of law, maka sesudah amendemen Konsitusi dibuatlah sebuah lembaga yang namanya Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu anak kandung reformasi,” urai Aswanto.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah dalam sambutannya mengatakan HAM merupakan hak dasar yang bersifat universal. Prinsip-prinsip dan bentuk-bentuk perlindungan HAM ditegaskan dalam Deklarasi Universal HAM begitu pula dalam UUD 1945.

Ida menjelaskan, pengakuan atas HAM menjadi bagian penting yang dijamin eksistensinya terhadap setiap warga negara dalam berbagai ranah kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya secara elegan. UUD 1945 mendelegasikan pengaturan pelaksanaan HAM dalam peraturan perundang-undangan dalam konteks Ketenagakerjaan.

“Implementasi terhadap pengakuan HAM khususnya bagi pekerja dan pengusaha menjadi bagian penting yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Bahkan Indonesia pun telah meratifikasi beberapa Konvensi Dasar International Labour Organization,” ujarnya.

Namun demikian, sambung Ida, berbicara tentang implementasi HAM dalam konteks ketenagakerjaan tentu tidak sederhana dan semudah yang dibayangkan. Hal ini mengingat relasi antara pekerja dan pengusaha dalam hubungan kerja erat diwarnai dinamika perbedaan pandangan, perbedaan kepentingan antara pekerja dan pengusaha atau mungkin dengan pemerintah bahkan tidak jarang perbedaan pandangan dan kepentingan ini berujung pada perselisihan hubungan industrial.

Menyikapi dinamika hubungan tersebut tentu harus selalu berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal itu dikarenakan peraturan perundang-undangan membuka secara luas cara penyelesaian perselisihan.

“Peraturan perundang-undangan membuka ruang penyelesaian perselisihan melalui pengadilan ini bukan saja perselisihan antara pekerja dan pengusaha yang dapat menjadi objek sengketa namun juga produk kebijakan dan peraturan perundang-undangan pun dapat diuji dalam konteks pemberlakuan suatu undang-undang maka konstitusi kita menjamin hak setiap warga negara untuk melakukan uji materiil di Mahkamah Konstitusi terhadap undang-undang yang dianggap tidak sesuai dengan undang-undang Dasar 1945,” terangnya.

Baca juga:  SPN MENGUKIR PRESTASI di BIDANG MUSIK

Dikatakan Ida, MK merupakan tempat yang tepat bagi para pencari keadilan. Hal itu karena dalam setiap putusan yang dikeluarkan MK terdapat kepastian hukum. Setiap orang termasuk Pemerintah harus mengikuti dan menyemangati Keputusan MK.

Pelaksana Tugas Kepala Pusdik MK Imam Margono dalam laporan kegiatan menegaskan komitmen MK untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap keadilan dengan melaksanakan program PPHKWN yang dalam kesempatan kali dengan organisasi pekerja atau serikat pekerja. Ia menyebut, kerja sama dengan serikat pekerja pernah dilakukan pada 2019.

“Kerja sama kami dengan Serikat Pekerja sudah dua kali kami laksanakan yang pertama pada bulan September 2019 yang kami laksanakan secara luring di Hotel Olympic Sentul dan yang kedua kali ini kami melaksanakan secara daring yang diikuti oleh 8 organisasi serikat pekerja,” tegas Imam.

Imam merinci peserta PPHKWN kali ini sebanyak 246 peserta dari 8 organisasi pekerja antara lain, KSP BUMN, KSBI, KSPI 1973. Kegiatan ini diselenggarakan selama 4 hari ke depan yang dimulai pada Selasa-Jumat, 26-20 Juli 2022. Materi ajar yang akan diberikan tidak hanya mendengarkan ceramah namun para peserta juga diberikan materi praktik untuk menyusun permohonan perkara dan praktik berperkara di MK secara elektronik.

“Kemudian kami juga memberikan materi simulasi sistem informasi atau penanganan perkara yang ada di MK dan yang terakhir kami akan memberikan materi evaluasi hasil penyusunan permohonan pengujian undang-undang,” ungkapnya dari Gedung Pusdik MK Cisarua, Bogor.

Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman nila-nilai Pancasila dan budaya sadar Konstitusi sekaligus peningkatan pemahaman hak konstitusional warga negara dan upaya konstitusional dalam memperjuangkan hak-hak konstitusional warga negara. Para peserta mendapatkan sejumlah materi mengenai Pancasila, Konstitusi, hak konstitusional warga negara, Mahkamah Konstitusi serta hukum acara pengujian undang-undang dari hakim konstitusi, pakar hukum tata negara, panitera pengganti MK, peneliti MK, hingga staf IT MK.

SN 09/Editor