Ilustrasi Istimewa
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan pihak kreditur tidak dapat melakukan eksekusi sendiri secara paksa
(SPNEWS) Jakarta, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan ‘pihak yang berwenang’ untuk membantu dalam pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia, yakni pengadilan negeri. Hal itu sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia). Putusan itu atas permohonan yang diajukan oleh pasangan suami istri, Johanes Halim dan Syilfani Lovatta Halim. MK dalam pertimbangannya menyebutkan:
Dengan demikian, pihak kreditur tidak dapat melakukan eksekusi sendiri secara paksa misalnya dengan meminta bantuan aparat kepolisian, apabila mengenai cidera janji (wanprestasi) oleh pemberi hak fidusia (debitur) terhadap kreditur yang masih belum diakui oleh debitur dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela benda yang menjadi objek dalam perjanjian fidusia.
“Dengan pertimbangan di atas maka telah jelas dan terang benderang bahwa kreditur tidak boleh melakukan eksekusi sendiri secara paksa dan harus mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri,” kata kuasa pemohon, Eliadi Hulu, kepada wartawan, (25/2/2022).
Selanjutnya, kata Eliadi Hulu, salah satu hal penting dalam putusan di atas yang selama ini menjadi kekhawatiran masyarakat khususnya debitur adalah pelibatan kepolisian dalam melaksanakan eksekusi jaminan fidusia. Selama ini banyak kreditur yang menggunakan kekuasaan untuk menakut-nakuti debitur dengan menggunakan polisi padahal antara kreditur dan debitur belum ada kesepakatan mengenai cedera janji.
“Pelibatan kepolisian dalam melaksanakan eksekusi tentunya mengakibatkan ketakutan bagi debitur sehingga mau tidak mau dan secara terpaksa menyerahkan objek jaminan fidusia padahal belum tentu kreditur benar dalam hal ini. Untuk menghindari hal tersebut maka masyarakat sudah bisa berpegang pada putusan MK ini,” papar Eliadi Hulu.
Eliadi Hulu menjelaskan bahwa salah satu contoh dari pelibatan kepolisian dalam melaksanakan eksekusi adalah adalah seperti yang dialami oleh kliennya. Sebelum perkara ini, klien Eliadi juga pernah mengalami eksekusi paksa oleh salah satu lembaga pembiayaan terbesar di Indonesia dan melibatkan petugas kepolisian. Pada saat itu, eksekusi dilaksanakan jam 03.00 WIB dini hari.
“Petugas kepolisian berdatangan ke kediaman klien kami seolah-olah klien kami teroris atau penjahat kelas kakap, hal tersebut menimbulkan traumatis dan ketakutan besar bagi klien kami. Hal ini jugalah yang melatarbelakangi klien kami mengajukan permohonan pengujian ini ke Mahkamah Konstitusi (MK) ujar Eliadi Hulu.
Terkait dengan pelibatan kepolisian dalam mengeksekusi jaminan fidusia, kata Eliadi, sudah diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia. Fokus dari Perkap tersebut adalah pengamanan.
“Namun yang menjadi pertanyaannya adalah apakah pengamanan masih diperlukan apabila kreditur langsung memohonkan eksekusi ke pengadilan negeri sesuai dengan perintah Putusan MK di atas?” tanya Eliadi Hulu.
“Tentu pengamanan tidak lagi diperlukan. Pengamanan hanya diperlukan apabila kreditur memaksa mengeksekusi secara sepihak objek jaminan fidusia sehingga dikhawatirkan akan terjadi keributan atau hal-hal lain antara kreditur dan debitur dan hal tersebut bertentangan dengan putusan MK ini,” jawab Eliadi Hulu.
Menurut Eliadi Hulu, dengan putusan MK di atas, jika tidak ada kesepakatan cedera janji dan debitur tidak secara suka rela menyerahkan objek jaminan fidusia, maka kreditur langsung memohon eksekusi ke pengadilan negeri sehingga yang mengeksekusi bukan lagi kreditur secara sepihak dan dengan cara paksa, melainkan juru sita dari Pengadilan.
“Sehingga dengan kata lain sesungguhnya Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tidak lagi eksis akibat Putusan MK terbaru ini karena yang melakukan eksekusi adalah juru sita dari pengadilan negeri. Kami sangat mengapresiasi putusan ini. Semoga putusan ini menjadi jawaban atas ketidakpastian hukum selama ini terkait dengan eksekusi jaminan fidusia. Dan masyarakat atau debitur tidak perlu takut lagi apabila berhadapan dengan polisi ketika eksekusi dilaksanakan,” pungkas Eliadi Hulu.
SN 09/Editor