SPN News – Pekerja kereta api di Inggris melakukan mogok besar-besaran mulai Selasa (30/1) hingga Senin (5/2). Aksi ini dilakukan untuk menuntut kenaikan gaji, yang tidak naik selama lima tahun terakhir. Mogok kerja akan dimulai secara bergilir di seluruh jalur kereta api di Inggris. Jalur yang terkena dampak pertama adalah Southeastern, Southern/Gatwick Express, Great Northern, Thameslink, dan South Western Railway.
Jalur selanjutnya adalah Jalur Utara dan TPE pada Rabu (31/1), lalu LNER, Greater Anglia, dan C2C pada Jumat (2/2). Kemudian, Jalur West Midlands, Avanti West Coast, dan East Midlands Railway, pada Sabtu (3/2), dan terakhir Jalur Great Western, Cross Country, dan Chilter pada Senin (5/2).
Pemogokan disinyalir membuat tidak ada kereta api yang beroperasi di jadwal tersebut. Alhasil, berbagai moda transportasi lain diprediksi akan lebih padat dan sibuk karena harus menyediakan rute alternatif bagi para penumpang.
Aksi mogok itu pun menjadi ujian pertama bagi Undang-Undang Tingkat Layanan Minimum, yang dirancang untuk membuat operator kereta api hanya menjalankan 40% dari jadwal normal.
Dari tiga operator hanya LNER, yang berada di bawah Departemen Perhubungan Pemerintah Inggris, yang disinyalir bakal menggunakan kewenangan baru tersebut untuk meminta pekerja kereta api menghentikan pemogokan. Aslef pun merespon hal itu dengan mengancam akan menambah waktu mogok selama lima hari.
“Kami menegaskan bahwa hal ini (Undang-Undang Tingkat Layanan Minimum) tidak dapat dilaksanakan, kami yakin ini sangat tidak aman. Kami menegaskan, berdasarkan penilaian dampak yang dilakukan pemerintah, bahwa hal ini akan menyebabkan lebih banyak perselisihan. Alih-alih mencoba menyelesaikan situasi ini, mereka malah mencoba memperkenalkan kerja paksa ke negara tersebut, yang membuat kita sangat malu,” tegas Mick Whelan, Sekretaris Jenderal Aslef, Senin (29/1/2024).
Meski ancaman pemogokan kereta api berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan terhadap pelayanan transportasi publik, Mick mengatakan hal itu harus dilakukan.
“Saya punya pengemudi yang pada bulan Februari (akan) menjalani lima tahun tanpa kesepakatan gaji. Orang-orang yang mempertaruhkan nyawanya selama pandemi, demi mendapatkan pekerja penting lainnya untuk bekerja dan memindahkan makanan serta obat-obatan ke seluruh negeri,” ungkapnya.
Ia mengatakan pemogokan kerja bakal meningkatkan daya tawar sampai pihak-pihak yang berkepentingan mau berunding dengan serikat pekerja kereta. Mick mengaku dengan senang hati membicarakan solusinya.
“Kami melakukan hal ini dengan itikad baik, dan pada akhirnya Rail Delivery Group (RDG) dan pemerintah berperilaku tidak terhormat dan menipu. Namun, kita harus menemukan cara untuk mengatasinya,” tutur Mick.
Menanggapi hal tersebut, juru bicara RDG mengatakan tidak akan ada pihak yang diuntungkan dari pemogokan tersebut. Menurut mereka tuntutan Aslef terlalu banyak, mereka menilai serikat pekerja perlu menyadari tantangan finansial yang sedang dihadapi sektor kereta api.
“Pimpinan Aslef harus menyadari tantangan finansial yang sedang dihadapi. Pengemudi (kereta) telah diberikan tawaran yang akan membuat gaji pokok menjadi hampir £65.000 untuk empat hari seminggu sebelum lembur yang jauh di atas rata-rata nasional dan jauh lebih banyak daripada yang dibayar oleh banyak pelanggan kami yang tidak memiliki pilihan untuk bekerja dari rumah,” katanya.
Sementara seorang juru bicara Departemen Perhubungan Inggris, mengatakan bahwa pihaknya telah memfasilitasi pembicaraan yang menghasilkan tawaran yang adil dan masuk akal. Menurutnya, pimpinan Aslef harus menyampaikan hal ini kepada anggota serikat pekerja untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi.
Menurut mereka, pemogokan kerja tidak akan mengubah upaya pemerintah untuk melakukan reformasi di tempat kerja.
“Dengan pendapatan penumpang yang belum pulih sejak pandemi, pembayar pajak harus membiayai jalur kereta api dengan £12 miliar tahun lalu. Pemogokan ini tidak akan mengubah perlunya reformasi tempat kerja yang mendesak yang terus diblokir oleh Aslef,” imbuh mereka.
Pemogokan kereta api besar-besaran ini diperkirakan akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Inggris. Selain mengganggu mobilitas masyarakat, aksi ini juga berpotensi menyebabkan kerugian finansial bagi perusahaan dan pemerintah.
SN-01/Berbagai Sumber