Produsen serat rayon di Indonesia masih sangat sedikit apabila dibandingkan dengan polyester atau katun
(SPN News) Jakarta, Industri pakaian jadi di Tanah Air masih cukup berkembang. Menurut data Kementerian Perindustrian, kuartal I/2018, laju pertumbuhan industri pakaian jadi tercatat hampir 11% sepanjang kuartal I/2018. Tak hanya di dalam negeri, industri pakaian jadi domestik juga berjaya di luar negeri. Data Kementerian Perdagangan mengungkapkan bahwa ekspor pakaian jadi (bukan rajutan) dalam kurun 5 tahun bergerak dalam tren positif. Sepanjang Januari-September 2018, ekspor pakaian jadi mencapai US$3,37 miliar. Di pasar global, industri pakaian jadi yang dipasok dari Tanah Air memang baru menguasai pangsa pasar sebesar 1,74%. Namun, pangsa pasar pakaian jadi berpotensi terus meningkat sejalan dengan daya saing dan kualitas produk buatan dalam negeri.
Seiring dengan perkembangan industri tersebut, kebutuhan terhadap bahan baku pakaian jadi pun meningkat. Salah satu bahan baku yang kini mulai banyak digunakan adalah rayon. Saat ini, serat sintetis seperti poliester dan nilon menjadi bahan baku yang paling banyak digunakan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri dengan porsi 51%, sedangkan serat kapas (37%) dan rayon (12%). Rayon merupakan bahan tekstil selulosa yang diperoleh dari ekstraksi serat bubur kayu larut. Bahan baku tekstil ini mulai menyita perhatian dunia. Kendati merupakan serat buatan termahal dibandingkan dengan poliester, ada beberapa faktor yang membuat rayon digemari dibandingkan dengan bahan tekstil lainnya. Rayon memiliki karakteristik yang spesifik, yakni nyaman, enak dipakai, dan mampu menjaga cuaca baik di luar maupun dalam. Keunggulan rayon lainnya adalah sifatnya yang disposable , sehingga lebih ramah lingkungan.
Ade Sudrajat, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), mengakui industri pakaian berbahan dasar rayon cukup berkembang di Tanah Air. Kondisi ini membuat kebutuhan rayon di dalam negeri tercatat cukup tinggi. Kebutuhan yang tinggi tersebut dipenuhi baik dari dalam maupun di luar negeri, dengan komposisi impor yang jauh lebih besar. Sayangnya, menurut Ade, produsen rayon di dunia terbilang masih sedikit. Kondisi tersebut berbeda dengan industri poliester dan katun, yang jumlah pemainnya tercatat cukup banyak. Di tengah kebutuhan terhadap rayon yang terus meningkat itu, Ade optimistis Indonesia mampu menjadi pemain besar dan unggul di pasar global.
“Kalau mau menguasai pasar dunia, terutama di fesyen, industri harus didorong efisien supaya bisa bersaing. Intinya, kompetisinya didorong di segmen luxury, tetapi tetap ekonomis. Untuk bisa efisien, industri harus terintegrasi, mulai dari hulu hingga hilir,” ujar Ade belum lama ini.
Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian Edy Sutopo menilai RI berpotensi menjadi salah satu pemain industri rayon terbesar di dunia, ditopang oleh keunggulan komparatif di sektor ini. Industri rayon pun diklaim sebagai salah satu penopang industri TPT yang potensial. Dengan total kapasitas industri rayon yang sedemikian besar dan dipengaruhi oleh kualitasnya yang tinggi, rayon Indonesia siap berjaya baik di pasar domestik maupun global. RI pun bisa terbebas dari ketergantungan terhadap rayon impor.
Target tersebut tentu tidak muluk-muluk sejalan dengan perkembangan industri rayon dan kemunculan sejumlah pemain di industri tersebut. Salah satu pemain di industri rayon adalah PT Asia Pacific Rayon, anak perusahaan Royal Golden Eagle (RGE). APR, yang berbasis di Pangkalan Kerinci, Provinsi Riau, ditargetkan dapat memproduksi bahan tekstil rayon 240.000 ton per tahun. Sebanyak 60% dari hasil produksi APR ditujukan untuk pasar ekspor, sedangkan sisanya diserap oleh pasar lokal. Kehadiran industri rayon di Tanah Air, termasuk APR, sejalan dengan upaya dan target pemerintah saat ini untuk memperkuat industri TPT nasional.
Shanto dikutip dari bisnis.com/Editor