Hubungan industrial adalah dialektika dan relasi kuasa antara pekerja/buruh dan pemberi kerja. Hubungan industrial harus mencerminkan sintesis dari dua tesis kepentingan pekerja-pengusaha, sintesa ini penting sebagai bagian dari pola hubungan menyamakan bargaining position antara pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh. pola hubungan yg setara dan dialog sosial yang berkeadilan harus diandaikan sama dan setara dalam konteks kepentingan masing-masing pihak.

Dialektika pekerja-pengusaha tak mungkin terwujud dan menjadi sangat imposible tanpa masing-masing pihak mengganti pandangan lama (mindset) dengan pandangan baru yang rasional, berbasis hukum, dan berdasarkan kemanusiaan. Pandangan baru akan menghadirkan sikap saling menghargai (mutual respect), saling pengertian (mutual understanding), saling percaya (mutual trust), dan keduanya sama-sama diuntungkan (mutual benefit). Tak akan ada lagi letupan-letupan ketidakpuasan dalam bentuk kekerasan yang berlebihan. Semua masalah bisa dicarikan penyelesaian secara arif di meja perundingan. Para pihak harus meyakini masih ada irisan yang sama di antara keduanya sehingga hubungan industrial tak berhenti pada setumpuk klausul undang-undang.

Proses meyakini stake holder hubungan industrial di lihat dalam konteks relasi kuasa, sangat penting melibatkan pemerintah (dalam hal ini kementerian ketenagakerjaan Republik Indonesia) dengan memastikan hukum menyetarakan bargaining position serikat pekerja/serikat buruh terhadap pengusaha, karena kita tahu relasi kuasa ini tidak imbang dan hanya hukum yang bisa menegakan dan menyetarakan prosesi dialog sosial hubungan industrial. Mekanisme hukum yang adil dan penegakan hukum yang tegas menjadi kunci hubungan industrial yang berbasis kemanusiaan sehingga terjadi saling menghargai, saling pengertian dan saling percaya menuju dialog sosial hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.

LKS Tripartit harus memerankan fungsi dan tugas pokoknya sebagai forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang secara legitimasi sangat legitimate karena anggotanya terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha dan serikat pekerja sebagai stake holder ketenagakerjaa. Harapan kedepan dari pemangku kepentingan di bidang ketenagakerjaan menjadi saran dan pertimbangan yang dapat menyelesaikan berbagai persoalan hubungan industrial yang sesungguhnya juga merupakan bagian dari stake holder ketenagakerjaan. LKS Tripartit harus menjadi acuan pemerintah dalam menyusun kebijakan serta menyelesaikan masalah ketenagakerjaan.

Baca juga:  PHK WARTAWAN TANPA PESANGON, PT PIKIRAN RAKYAT HARUS BAYAR RP 141 JUTA

Dalam kerangka menjadi acuan dan skala prioritas pemerintah menyusun kebijakan dan menyelesaikan masalah ketenagakerjaan inilah rembug nasional Tripartit menemukan relevansinya dan harus ditindaklanjuti pemerintah jangan sampai hanya menjadi hiasan dan agenda rutinitas belaka, sehingga semua hasil rembug tripartit nasional ini menjadi mubajir dan su’udzonnya hanya dijadikan legitimasi bagi kebijakan pemerintah yang sesungguhnya sudah disiapkan.

Bahwa dari mengikuti kegiatan Rembug regional 1 Bali, Rembug Regional 2 Batam dan dengan tanpa mengurangi rasa hormat, kami BP LKS Tripartit Nasional tidak mau memberikan pandangan apapun terhadap pertemuan dan hasil Rembug regional 3 Yogjakarta, karena dengan menghormati alasan pemerintah dan kami tidak dilibatkan sebagai lembaga dan institusi di regional 3 yogjakarta tersebut, maka kami memberikan pandangan terhadap 2 rembug regional tersebut sebagai berikut:

1. Rembug regional ini sebagai tujuan memetakan permasalahan implementasi regulasi ketenagakerjaan bidang hubungan industrial harus menjadi bagian dari penyelesaian persoalan-persoalan hubungan industrial yang menjadi kebijakan pemerintah khususnya dalam implementasi regulasi dan penegakan regusi yang tegas dan adil tanpa diciderai oleh oknum-oknum pemerintah.

2. Kami dari unsur serikat pekerja/serikat buruh memandang persoalan-persoalan hubungan industrial yang di hasilkan oleh rembug nasional regional tersebut banyak hal yang berhubungan dengan substansi undang-undang sehingga apapun kebijakan yang diambil pemerintah nantinya pasti akan bergesekan dengan regulasi perundang-undangan ketenagakerjaan yang saat ini berlaku di Indonesia, dan mau tidak mau dan suka tidak suka pasti memerlukan revisi undang-undang ketenagakerjaan tersebut, bila kebijakan ini yang diambil maka pemerintah harus terbuka dan jujur dalam pembahasan revisi tersebut serta wajib melibatkan stake holder ketenagakerjaan jangan sampai dikemudian hari di tolak hanya gara-gara pemerintah yang tidak open dan memaksakan kehendak sendiri.

Baca juga:  PT FORTA LARESE AKAN RUMAHKAN PEKERJA TANPA UPAH

3. LKS Tripartit baik tingkat nasional dan tingkat daerah sudah melalui refresentasi dari berbagai stake holder ketenagakerjaan dan juga sebagai lembaga yang refresentatif serta dibentuk oleh undang-undang, pemerintah harus selalu melibatkan LKS Tripartit dalam merumuskan berbagai produk regulasi yang berhubungan dengan ketenagakerjaan jangan sampai terulang masalah-masalah penerbitan regulasi yang tidak melibatkan LKS Tripartit contoh PP 78/2015, Permenaker 15/2018 dan kini revisi permenaker pemagangan yang juga tidak melibatkan LKS Tripartit dalam penyusunan dan masukannya.

4. Kami dari unsur Serikat pekerja/serikat buruh memandang masukan dari Rembug regional 1 Bali, Rembug Regional 2 Batam dan Rembug Regional 3 Yogjakarta yang dirumuskan bersama LKS Tripartit menjadi masukan hasil diskusi yang kami kira tidak perlu lagi dilakukan FGD, akan tetapi langsung dilakukan Pleno, dengan pertimbangan Rembug Nasional ini menjadi bagian untuk mensublimasi 3 rembug regional sehingga tidak diperlukan lagi FGD masukan-masukan dari hasil rumusan 3 rembug regional tersebut.

Demikian tanggapan kami Dari BP LKS Tripartit Nasional Unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam mencermati dan mengamati Hasil Rembug regional di 3 tempat, yang menjadi titik tekan kami adalah pertama Pemerintah harus menindaklanjuti hasil rembug nasional dan rembug regional ini dalam mengambil kebijakan-kebijakan terkait hubungan industrial dan ketenagakerjaan, kedua pemerintah wajib selalu melibatkan LKS Tripartit dalam penyusunan regulasi-regulasi kebijakan ketenagakerjaan yang berimplikasi terhadap stake holder ketenagakerjaan, jangan sampai kejadian-kejadian terbitnya regulasi ketenagakerjaan tidak melalui LKS Tripartit.

 

Disuguhkan oleh Badan Pekerja LKS TRIPARTIT NASIONAL unsur SP/SB dalam kegiatan Rembug Nasional LKS TRIPARTIT NASIONAL, 11 – 13 Desember 2018 di Jakarta