Hubungan industrial adalah kuasa kemitraan antara pekerja/buruh dengan pemberi kerja. Pola hubungan yang setara dan berkeadilan harus diupayakan bersama dalam konteks kepentingan para pihak. Bentuk penyelesaian permasalahan yang tidak terpaku sepenuhnya dengan klausul undang-undang, perlu dicarikan tata cara penyelesaian melalui perundingan yang menuju posisi saling menguntungkan, hal ini diharapkan akan dapat mengikis bunga-bunga ketidak puasan yang mengarah pada bentuk kekerasan yang berlebihan.

Dalam kerangka kuasa kemitraan tersebut, sangat penting melibatkan pemerintah -dalam hal ini yang membidangi ketenagakerjan- untuk memastikan aturan main/hukum dalam menyetarakan bargaining position antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh dengan Pengusaha. Kita sadari bersama bahwa kuasa kemitraan ini tidak berimbang, dan hanya hukum yang bisa menyetarakan proses dialog sosial hubungan industrial. Mekanisme hukum yang berkeadilan menjadi kunci hubungan industrial yang berbasis kemanusiaan, sehingga terwujud nilai-nilai saling menghargai, saling menghormati dan saling percaya untuk menuju dialog sosial hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.

Hubungan antara Perusahaan dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh seringkali digambarkan tidak harmonis. Padahal hubungan industrial yang harmonis dan sinergi antara kedua pihak yang akan mampu menciptakan kinerja yang baik. Untuk itu peran Serikat Pekerja/Serikat Buruh harus ditingkatkan kearah yang lebih produktif lagi. Masing-masing pihak perlu mengganti pandangan lama menjadi pandangan yang baru yang lebih rasional, berbasis hukum dan berdasarkan kemanusiaan, sehingga kedua pihak akan sama-sama mendapatkan manfaat dan saling menguntungkan.

Dalam triangle hubungan industrial perlu dipahami hal-hal yang mendasar antara lain :
a. Pemerintah – SP/SB
– Pemerintah membutuhkan jaminan stabilitas keamanan dan kelangsungan investasi dari SP/SB;
– SP/SB membutuhkan kebijakan Pemerintah yang berpihak pada keadilan dan kesejahteraan pekerja/buruh;

Baca juga:  BAHAN BAKU INDUSTRI ALAS KAKI NAIK GARA – GARA WABAH CORONA

b. SP/SB – Pengusaha
– Pekerja/buruh membutuhkan kesejahteraan dan kenyamanan bekerja dari Pengusaha;
– Pengusaha membutuhkan kualitas, produktifitas dan keamanan investasinya;

c. Pengusaha – Pemerintah
– Pengusaha membutuhkan kebijakan Negara dalam kelangsungan dan keamanan investasinya;
– Pemerintah membutuhkan pajak dari Pengusaha untuk membangun Negara;

Hubungan industrial yang bersendikan Pancasila dan UUD 1945 belum sepenuhnya diniatkan di Indonesia. Selama ini hubungan industrial hanya identik dengan hubungan antara pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha saja, dan seolah-olah Pemerintah memposisikan diri sebagai wasit dalam pertandingan, dan seolah hubungan industrial merupakan konsepsi hubungan relationship saja sehingga konsepsi usaha bersama tidak lagi menjadi pertimbangan dalam hubungan industrial. Pertanyaannya kemudian adalah sudahkah prinsip-prinsip usaha bersama ini ditafsirkan secara baik dan benar dalam konteks perundang-undangan ketenagakerjaan di Indonesia?

Artinya bahwa peran pemerintah harus memposisikan dirinya dengan jelas sebagai regulator yang menjalankan dan mempunyai tugas yang besar dalam mewujudkan hubungan industrial yang ber-Pancasila. Karena konsepsi relasi dan segregasi inilah yang mau tidak mau, suka tidak suka membuat kondisi Undang-Undang Ketenagakerjaan di Indonesia malah mempertentangkan posisi antara pihak serikat pekerja/serikat buruh disatu sisi dan pengusaha/pemberi kerja disisi yang lainnya. Akhirnya yang terjadi relasi dan segregasi inilah yang malah memicu konflik berkepanjangan karena memposisikan kedua pihak saling berhadapan, ditambah dengan kekuatan ekonomi antar keduanya yang tidak berimbang.

Baca juga:  DIALOG SOSIAL SERIKAT PEKERJA YOGYAKARTA

Dan hal ini lah yang menjadikan saya berpikiran tentang sebuah konsep federasi serikat pekerja/serikat buruh harus menuju pada industri federasi untuk menguatkan posisi tawar dalam perundingan membuat hubungan industrial dengan konsepsi usaha bersama. Dengan menggagas ide memulai dari system koperasi pekerja/buruh sebagai jembatan untuk pengadaan kebutuhan mendasar buruh dan keluarganya baik dalam kebutuhan primer, skunder dan tersiernya. Yang dalam perjalanannya akan memperkuat ekonomi federasi serikat pekerja/serikat buruh sehingga arah serikat pekerja/serikat buruh di Indonesia bisa menjadi professional dalam arti yang sebenarnya untuk memberikan sumbangsih nyata dalam perbaikan kondisi perekonomian dan stabilitas nasional di Negara ini.

Langkah konkret federasi sp/sb untuk mempersiapkan diri sebagai mitra industry 4.0 adalah :
– Melakukan pemutakhiran dan pengelolaan data base anggota federasi.
– Melalui koperasi federasi akan memiliki produk dan membangun jaringan supply chain management.
– Menjadikan koperasi federasi sebagai pusat ekonomi digital bekerjasama dengan payment gateway dan perbankan.

Persoalan pelanggaran atas konsepsi usaha bersama inilah yang menjadi akar permasalahan sehingga roh, arah dan tujuan perundang-undangan ketenagakerjaan di Indonesia juga harus diperbaiki dan diselaraskan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945.

PUJI SANTOSO
Anggota BP LKS TRIPARTIT NASIONAL
Ketua Bidang Politik DPP Serikat Pekerja Nasional
Lokakarya IR DPN APINDO, 13 Desember 2018, Hotel Aryaduta Karawaci, Tangerang – Banten