(SPNEWS) Kata pailit merupakan kata yang menakutkan bagi setiap orang khususnya kaum pekerja/buruh, karena apabila perusahaan dimana tempat mereka bekerja mengalami kepailitan maka yang terbayang adalah mereka akan kehilangan pekerjaan yang tentu saja akan berdampak bagi kehidupan sosial ekonominya.
Proses kepailitan pada umumnya adalah proses yang berjalan panjang dan melelahkan. Disatu sisi akan ada banyak pihak yang terlibat dalam proses ini, karena biasanya pihak debitor/perusahaan yang dipailitkan pasti memiliki utang lebih dari pada satu kreditor dan belum tentu harta pailit mencukupi untuk membayar utang-utang tersebut.
Masing-masing kreditor akan berusaha secepat-cepatnya mendapatkan pembayaran setinggi-tingginya atas piutang mereka masing-masing. Kondisi inilah yang melatarbelakangi lahirnya aturan-aturan yang mengikat di dalam proses kepailitan, yang mengatur pembagian harta pailit dibawah kendali kurator disertai pengawasan hakim pengawas.
Walaupun banyak aturan yang mengatur proses kepailitan tetapi belum ada aturan yang secara jelas mengatur posisi pekerja/buruh yang perusahaannya dinyatakan pailit. Pekerja/buruh pada prinsipnya berhak atas imbalan dari pekerjaan yang telah mereka kerjakan. Bahkan hal ini telah secara tegas dinyatakan sebagai utang yang harus lebih dahulu dibayarkan daripada utang-utang yang lain.
Apabila harta pailit itu ternyata tidak mencukupi, apa yang bisa digunakan untuk membayar upah pekerja/buruh?. Sekalipun hak pesangon telah dijamin oleh Undang-Undang namun masih tergantung kepada mampu tidaknya pengusaha/majikan (kurator sebagai pengurus harta pailit) membayarkan uang pesangon tersebut.
Pembayaran upah buruh dikatagorikan sebagai hak istimewa umum, ketentuan tersebut diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 Pasal 95 ayat 4 yang mengatur “Dalam perusahaan dinyatakan.pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya”. Meskipun tidak secara jelas seberapa tinggi utang tersebut harus didahulukan, namun telah tersurat adanya keistimewaan untuk hak atas pembayaran upah buruh. Ini berarti sebelum harta pailit dibagikan kepada kreditur maka tagihan yang diajukan oleh pihak-pihak pemegang hak istimewa harus dipenuhi terlebih dahulu.
UU No 37 Tahun 2004 mengatur bahwa sejak putusan pernyataan pailit diucapkan, upah yang terutang sebelum maupun sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan merupakan utang pailit (pasal.39 ayat 2). Dengan.sendirinya, kurator wajib mencatat, sekaligus mencantumkan sifat (istimewa) pembayaran upah yang merupakan utang harta pailit dalam daftar utang piutang harta pailit. Daftar tersebut harus diumumkan pada khalayak umum, sebelum.akhirnya dicocokan dengan tagihan yang diajukan oleh kreditor sendiri.
Apabila kemudian hari ada perselisihan, karena ada perbedaan antara daftar kurator dan tagihan kreditor, maka Hakim Pengawas berwenang untuk mendamaikan. Apabila perselisihan tetap belum selesai, maka perselisihan tersebut harus diselesaikan melalui pengadilan.
Terlihat posisi tawar pekerja/buruh dalam memperjuangkan pembayaran upahnya sudah cukup kuat, karena tagihan pembayaran upah pekerja adalah tagihan yang diistimewakan, telah ada pengakuan UU bahwa pembayaran upah menjadi utang harta pailit dan apabila terjadi perbedaan antara hitungan pekerja dan daftar yang dikeluarkan oleh kurator ada peran instansi pengadilan yang akan menengahi permasalahan tersebut, artinya posisi didahulukan yang dimiliki oleh pekerja/buruh tidak dapat begitu saja didahului.
Meski begitu ada beberapa kondisi di mana pekerja/buruh tidak mendapatkan hak atas pembayaran upahnya, seperti kondisi pertama ketika tidak ada lagi biaya yang dapat dibayarkan dari harta pailit atau harta pailit hanya cukup untuk membayar biaya-biaya perkara dan tagihan pajak maka dalam.kondisi ini pekerja/buruh tidak akan mendapatkan apa-apa. Kondisi kedua ketika harat pailit hanya berupa benda-benda yang dijaminkan kepada kreditor, apabila nilai tagihan kreditor melampaui nilai-nilai dari benda yang dieksekusi maka otomatis tidak ada sisa dari harta pailit, namun apabila nilai eksekusi dapat menutupi piutang pemegang hak jaminan, maka sisanya dapat dibagi, tentu saja upah pekerja/buruh ada dibawah biaya-biaya perkara dan tagihan pajak.
Selain kondisi tersebut diatas, masih ada beberapa masalah teknis yang dapat merugikan kepentingan pekerja/buruh. Seperti kurang transparannya proses penentuan daftar urutan dalam.pembagian harta pailit, kurang berfungsinya kurator dan Hakim Pengawas dan pihak-pihak yang berkepentingan belum tentu mengerti tentang proses penyelesaian terkait penentuan daftar pembagian harta pailit melalui pengadilan. Bagaimanapun juga, belum ada alat hukum yang dapat menyelamatkan nasib pekerja/buruh saat tagihan pembayaran upah tidak terpenuhi atau hanya terpenuhi sebagia kecil saja.
Shanto dari berbagai sumber/Coed