Gambar Ilustrasi
Perusahaan berdalih alat rapid test sulit diperoleh dan mahal harganya
(SPN News) Bogor, management pabrik di wilayah Kabupaten Bogor yang jumlahnya ribuan mengalami kesulitan untuk melakukan rapid test bagi pekerja sesuai dengan yang dianjurkan dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) disebabkan selain alat rapid tes sulit diperoleh juga dikarenakan harga alat tersebut cukup mahal.
Saat ini jumlah perusahaan atau pabrik yang beroperasional di wilayah Kabupaten Bogor seperti dilansir Badan Pusat Statistik (BPOS) untuk industri kecil menengah mencapai 1.195 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja mencapai lebih kurang 99.371 orang. Sedangkan jumlah Industri menengah dan besar mencapai 1.917 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja mencapai 23.907 orang.
Selama PSBB diterapkan, pekerja atau buruh harus diperiksa suhu badan saat masuk di pos utama dengan thermo gun fore head. Jika hasil pemeriksaan suhu badan pekerja d atas 37,5 cerlcius, maka pekerja yang bersangkutan harus dipulang dan harus isolasi mandiri di rumah. Kemudian, para pekerja harus menggunakan masker selama dalam lingkungan perusahaan, menjaga jarak minimal 1 meter di tempat kerja, menyediakan tempat cuci tangan dan sabun di beberapa titik, menyediakan hans sanitizer di pintu masuk atau pintu keluar, melakukan penyemprotan disinfectan secara rutin di lingkungan pabrik, membatasi menerima tamu dan membatasi pertemuan atau rapat.
Menurut Ketua DPK Apindo Alexander Frans yang masih sulit untuk dilakukan perusahaan adalah terkait ketentuan harus melakukan rapid test untuk semua pekerja.
“Kami akui hal ini perusahaan mengalami kesulitan,” ujar Alexander Frans.
Kesulitan tersebut dikarenakan alat rapid tes sulit diperoleh. Jika pun alat tersebut ada harganya sangat mahal yakni sekitar Rp 500.000 perkali. Bagaimana kalau karyawan jumlahnya ratusan orang bahkan ribuan orang? Apalagi untuk rapid test haruslah dilakukan beberapa kali kepada setiap orang agar hasilnya akurat.
Kesulitan lain yang disampaikan Alexander Frans yakni alat rapd test tidak dijual untuk umum kecuali institusi kesehatan. Kemudian pelaksanannya harus oleh pihak Dinas Kesehatan karena menyangkut teknis maupun objektifitas hasil tes. “Inilah kesulitan yang dirasakan perusahaan saat ini,” kata Alexander Frans.
Menyikapi kesulitan tersebut, DPK Apindo meminta perusahaan untuk menggalakan pemeriksaan dengan pengukuran suhu badan saat masuk dan bila terindikasi panas tinggi maka pekerja dipulangkan sebagai kontrol awal kondisi kesehatan pekerja. Kemudian selanjutnya pemeriksaan rapid test dilakukan oleh Dinas Kesehatan.
“Pada dasarnya perusahaan wajib melaksanakan semuanya, namun terkait rapid test masih perlu dukungan pemerintah, apalagi di tengah kondisi saat ini operasi perusahaan sudah dikurangi sehingga berdampak juga pada kondisi keuangan perusahaan dan kesulitan teknis pengadaannya,” ujar Alexander Frans.
SN 09/Editor