(SPNEWS) Bogor, Ratusan Buruh PT Muara Krakatau yang beralamat di Jalan Raya Tajur – Kota Bogor, pada hari Selasa tanggal 20 Oktober 2015 mendatangi Kantor Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bogor untuk menagih tindak lanjut penyelesaian permasalahan yang terjadi di PT Muara Krakatau, sesuai dengan surat pengaduan yang dilayangkan Serikat Pekerja Nasional pada tanggal 2 Oktober 2015.

Beberapa perwakilan buruh di dampingi oleh Pengurus DPC SPN Kota Bogor ditemui oleh Drs. Anas. S Rasmana MM selaku Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bogor, Drs. Krishna Sudiarto MM selaku Kabid Hubungan Industrial & Pengawasan Ketenagakerjaan, Yulianti, SE, MM selaku Kasi Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja, Jhonny Djundjunan Prawira Di Radja, SH selaku Kasi Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja, namun jawaban yang diterima tidak ada kejelasan dan ternyata tidak begitu merespon nasib buruh PT Muara Krakatau.

Nasib 452 orang karyawan PT Muara Krakatau terkatung-katung sejak 14 Agustus 2015 atau  , mereka yang mayoritas tenaga kerja kontrak dirumahkan tanpa mendapatkan upah atau tunjangan apapun “No Work No Pay”.  Yang lebih miris, nasib ratusan buruh garmen itu tak merasakan kehadiran negara, yang mana Pemerintah Kota (Pemkot) c.q. Dinas Sosial ,Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disosnakertrans) Kota Bogor seakan tenggelam dalam menyikapinya, padahal beragam pelanggaran telah dilakukan oleh Manajemen PT Muara Krakatau yang notabene sebuah perusahaan Penanam Modal Asing (PMA) yang dimiliki oleh investor asal India, di antaranya adalah Upah buruh PT Muara Krakatau sejak lama selalu di bayar di bawah Upah Minimum Kota (UMK).

Baca juga:  ALIANSI TOLAK UPAH MURAH TOLAK PP NO 51 TAHUN 2023

Sejak Juli 2015 Perusahaan tidak lagi beroperasi dengan alasan tidak ada order, kalaupun beroperasi hanya memproduksi sample. Dengan alasan itu kemudian 452 orang karyawan di rumahkan. Pihak Manajemen berjanji, bahwa pada tanggal 1 September 2015 karyawan akan dipekerjakan kembali namun pada kenyataannya karyawan tidak juga dipekerjakan dengan alasan yang sama yakni belum ada order.

“Ratusan karyawan   PT Muara Krakatau dirumahkan hanya secara lisan, yang seharusnya secara resmi dan tertulis sesuai aturan, sebab dirumahkan bukan kemauan tenaga kerja”  kata  Ketua DPC SPN Kota Bogor Budi Murdika.  Di samping itu sejak 2013 sampai 2014 perusahaan tidak membayarkan kewajibannya, yakni iuran BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan.  Padahal gaji karyawan setiap bulan dipotong untuk iuran BPJS, baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan. Akibatnya, selama karyawan dirumahkan  tak bisa mendapatkan pelayanan BPJS Kesehatan sejak Januari 2015, papar Budi Murdika

Pada tahun 2014 pernah terjadi mediasi di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor, di mana keputusannya Pihak Perusahaan bersedia melunasi kewajibannya membayar iuran BPJS, baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan.  Setelah dicek pada akhir 2014  ke BPJS Ketenagakerjaan, ternyata perusahaan hanya melunasi iuran premi BPJS Ketenagakerjaan selama enam bulan (6 Bulan). Ini menunjukkan bahwa Perusahaan tidak mempunyai komitmen dan niat baik. Sampai saat ini total tunggakan iuran BPJS Ketenagakerjaan yang menjadi hak karyawan PT. Muara Krakatau sebesar Rp. 1.132.330.400,- (Satu Milyar Seratus Tiga Puluh Dua Juta Tiga Ratus Tiga Puluh Ribu Empat Ratus Rupiah).

Baca juga:  RAHASIA BPJS KESEHATAN: OPERASI YANG DITANGGUNG DAN DITOLAK, APA SAJA?

Ketua Umum DPP SPN Iwan Kusmawan, SH  curiga bahwa perusahaan sedang memainkan taktik memecat karyawan secara sepihak tanpa mau rugi.  “Kalau ada indikasi penggelapan iuran BPJS baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan kami akan menempuh jalur hukum. Kami juga akan terus mendesak Pemkot Bogor dengan melakukan aksi agar lebih responsif melakukan mediasi supaya ada kepastian.  Selain itu tidak menutup kemungkinan bagi Serikat Pekerja Nasional (SPN) untuk menuntut tanggung jawab Wallmart di Amerika Serikat sebagai buyer produk PT Muara Krakatau di mana dalam aturan International, jika suatu perusahaan memberi pekerjaan maka harus ikut bertanggung jawab bila ada ketidakberesan,” Kata Iwan Kusmawan.

Inaken/Jabar 7