Ilustrasi Kawasan Industri
Pemerintah bisa mengambil alih jika pemegang izin/konsesi/perizinan berusaha sengaja tidak mengusahakan, mempergunakan, dan/atau memanfaatkan suatu kawasan.
(SPNEWS) Jakarta, Pemerintah menjadikan kawasan industri, tambang, perkebunan, pariwisata, kawasan perumahan dan pemukiman besar/terpadu sebagai objek penertiban kawasan telantar. Ini tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar, aturan turunan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Objek akan ditetapkan sebagai kawasan telantar dan akan diambil-alih oleh negara jika pemegang izin/konsesi/perizinan berusaha sengaja tidak mengusahakan, mempergunakan, dan/atau memanfaatkan kawasan tersebut.
Pasal 9 RPP terkait menjelaskan bahwa nantinya pimpinan instansi akan melakukan inventarisasi kawasan terindikasi telantar, 3 tahun terhitung sejak diterbitkannya izin/ konsesi/perizinan berusaha kawasan yang terbit setelah RPP berlaku.
Pimpinan Instansi yang dimaksud adalah pimpinan lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota yang menerbitkan izin/konsesi/perizinan berusaha.
Inventarisasi dilakukan berdasarkan laporan atau informasi yang bersumber dari sejumlah pihak. Yaitu, pemegang izin, konsesi/perizinan berusaha; instansi; dan/atau masyarakat.
Selanjutnya, pimpinan instansi akan melakukan evaluasi atas tanah yang telah diinventarisasi.
Evaluasi yang dimaksud meliputi pemeriksaan terhadap dokumen izin/konsesi/ perizinan berusaha; serta pemeriksaan terhadap rencana dan realisasi pengusahaan, penggunaan, dan/atau pemanfaatan izin/konsesi/perizinan berusaha dan/atau kawasan tersebut.
Evaluasi tersebut dilaksanakan dalam jangka waktu 180 hari. Jika dari hasil evaluasi diketahui kawasan sengaja ditelantarkan, pimpinan instansi menyampaikan pemberitahuan agar kawasan diusahakan, dipergunakan, dan/atau dimanfaatkan oleh pemegang izin.
Kemudian, dalam Pasal 17, dijelaskan bahwa jika dalam 180 hari setelah pemberitahuan kawasan masih ditelantarkan, maka dilakukan proses pemberian peringatan tertulis. Selanjutnya, jika dalam waktu 180 hari setelah peringatan tertulis pertama pengusahaan, penggunaan, dan/atau pemanfaatan kawasan tidak dilakukan, pimpinan instansi memberikan surat peringatan tertulis kedua.
Kemudian, jika 90 hari setelah peringatan tertulis kedua kawasan tetap ditelantarkan, maka pimpinan instansi memberikan peringatan tertulis ketiga yang berlaku paling lama 45 hari.
Terakhir, jika pemegang izin/konsesi/perizinan berusaha tidak melaksanakan peringatan tertulis ketiga pimpinan instansi menetapkan kawasan tersebut sebagai kawasan telantar disertai pencabutan izin/konsesi/perizinan berusaha; dan/atau penegasan sebagai kawasan yang dikuasai langsung oleh negara.
“Kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan telantar dapat ditetapkan sebagai Aset Bank Tanah atau dialihkan kepada pihak lain melalui mekanisme yang transparan dan kompetitif,” demikian bunyi Pasal 20 ayat (3) RPP tersebut.
SN 09/Editor