Putusan Perkara Pengadilan Negeri dalam perseilisihan Hubungan Industrial sudah berkekuatan hukum tetap, namun perusahaan tidak ada itikad baik secara sukarela melaksanakan isi putusan PHI tersebut. Maka ada beberapa langkah yang bisa anda lakukan. Pertama, mengajukan permohonan eksekusi (sita eksekutorial) ke Pengadilan, Kedua melaporkan pihak perusahaan ke polisi, Ketiga mengajukan gugatan pailit terhadap perusahaan.

Jika perusahaan tidak mau melaksanakan putusan pengadilan secara sukarela maka bisa mengajukan permohonan kepada pengadilan agar putusan dapat dijalankan. Namun, jika sudah diperingatkan pengadilan dan perusahaan tidak juga melaksanakan putusan pengadilan tersebut, segera memohonkan lagi sita eksekutorial ke Ketua Pengadilan Negeri dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial atas barang-barang milik pengusaha. Tujuannya agar barang-barang milik perusahaan disita. Kemudian barang-barang tersebut akan dilelang dimana hasilnya akan digunakan untuk membayarkan kewajiban pengusaha kepada pekerja dan juga biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan putusan tersebut.

Perusahaan yang tidak membayarkan hak sebagaimana bunyi putusan pengadilan bisa dilaporkan ke kepolisian atas dasar penggelapan. Karena tidak memberikan apa yang menjadi milik orang lain bisa dikategorikan sebagai penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP, berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

Baca juga:  BURUH SUBANG KRITISI KEBIJAKAN PEMERINTAH SUSAHKAN RAKYAT

Selain itu, pengusaha bisa juga dilaporkan ke polisi atas dasar tindakan pengusaha yang tidak melaksanakan perintah (putusan) pengadilan sebab tindakan tersebut bisa dianggap sebagai tindakan yang menghalang-halangi perintah dari pejabat atau penguasa umum sebagaimana diatur dalam Pasal 216 ayat (1) KUHP, berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang- undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda puling banyak sembilan ribu rupiah.”

Baca juga:  PELANTIKAN PSP SPN PT TIGA DARA DAN PELATIHAN STRUKTUR SKALA UPAH

Jumlah besaran pesangon ganti rugi yang sudah ditetapkan berdasarkan putusan PHI yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) akan menjadi hutang pengusaha dan piutang pekerja sehingga kedudukan pekerja disini menjadi kreditur, sementara pengusaha menjadi debitur. Ketika permohonan eksekusi sudah diajukan dan sang pengusaha masih tak mengacuhkannya, maka hutang si pengusaha menjadi dapat ditagih. Merujuk pada UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, kreditur dapat menggugat pailit seorang debitur. Syaratnya, ada satu hutang yang sudah jatuh tempo dan dapat dibayar, debitur memiliki dua kreditur atau lebih, dan pembuktiannya sederhana.

Dasar Hukum:
HIR ( Het Herziene Indonesisch Reglemen , Staatblad Tahun 1941 No. 44)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

Abdul Munir/Editor