Ilustrasi

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menilai sikap DPR dan pemerintah yang menyepakati pembahasan RUU Cipta Kerja di tengah pandemi adalah bentuk kejahatan konstitusi

(SPNEWS) Jakarta, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menilai sikap DPR dan pemerintah yang menyepakati pembahasan RUU Cipta Kerja di tengah pandemi adalah bentuk kejahatan konstitusi. Ia memandang pemerintah membatasi ruang gerak aliansi masyarakat dan tidak mendengarkan aspirasi buruh.

“Buruh, petani, masyarakat adat, nelayan perempuan, mahasiswa, pemuda masyarakat miskin, kelompok rentan di desa kembali dikorbankan. Sikap-sikap serta langkah DPR dan pemerintah merupakan kejahatan konstitusi,” ujar Dewi dalam konferensi pers yang dilakukan secara virtual, (4/10/2020).

Baca juga:  MENAKER UNGKAPKAN BAHWA 70 PERSEN PEKERJA SAWIT ADALAH PEKERJA KONTRAK DAN HARIAN

Dewi mengatakan pembahasan yang terkesan buru-buru di Parlemen telah menunjukkan bahwa agenda pembangunan dan legislasi negara tidak mementingkan kepentingan masyarakat. Ia menganggap pemerintah dan DPR justru memihak kepentingan segelintir kelompok.

Selain itu, pemerintah dan DPR dipandang telah menerapkan standar ganda pada situasi pandemi Covid-19. Dewi menerangkan, pada saat masyarakat menjalankan secara tertib pembatasan sosial berskala besar atau PSBB, pemerintah dan DPR justru bermufakat menetapkan RUU Cipta Kerja untuk disahkan di Paripurna. Padahal, RUU ini menuai banyak penolakan.

Standar ganda juga tercermin dari sikap-sikap represif yang masih terjadi di lapangan. Selama pandemi, KPA mencatat aparatur negara telah melakukan penggusuran terhadap tanah rakyat. Sebanyak 39 petani, masyarakat adat, dan nelayan ditangkap akibat persoalan lahan tersebut.

Baca juga:  PSP SPN PT FREETREND INDONESIA GALANG DANA PRAY FOR LOMBOK

Letusan konflik agraria pun tak terhindarkan. Teranyar, konflik berlangsung di Langkat, Sumatera Utara. Dewi mengatakan ada dua kampung di daerah tersebut yang telah digusur oleh tentara dan perusahaan swasta. Kejadian monopoli tanah ini juga terjadi di Tebo, Jambi.

SN 09/Editor