Kenaikan upah minimum tidak bisa disertai dengan tuntutan untuk menaikan produktivitas

(SPN News) Jakarta, seperti yang kita ketahui bahwa 1 November 2018 adalah batas waktu penetapan bagi kenaikan Upah Mininum Provinsi (UMP) dan 28 November 2018 untuk kenaikan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK). Pengusaha melalui yang tergabung dalam Apindo maupun Kadin meminta agar kenaikan upah mininum ini dibarengi dengan meningkatnya produktivitas pekerja.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Upah Minimum adalah upah bagi pekerja lajang, bekerja minimal 1 tahun dan tentu saja non skill/non pengalaman. Berikut adalah pengertian mengenai UMP dan UMK menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 7/2013 tentang Upah Minimum :

Baca juga:  RUU CIPTA KERJA IJINKAN WARGA ASING MEMILIKI PROPERTI DI INDONESIA

1. Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri atas upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring pengaman.
2. UMP adalah Upah Minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di satu provinsi.
3. UMK adalah Upah Minimum yang berlaku di wilayah kabupaten/kota.

Jadi tentu saja sangat tidak adil kalau pengusaha menaikan upah minimum tetapi meminta peningkatan produktivitas, karena sesungguhnya kenaikan upah minimum itu bukan kenaikan upah tetapi penyesuain upah terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi dan merupakan jaring pengaman.

Apabila pengusaha menginginkan peningkatan produktivitas maka pengusaha dapat mengaturnya dalam sebuah Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Yang nantinya dapat mengatur hubungan kerja, hak dan kewajiban pekerja beserta pengusaha, dan lain-lain yang tentu saja bukan upah minimum.

Baca juga:  MENUNTUT HAK, ALIANSI SERIKAT PEKERJA BATU HIJAU PT AMNT MOGOK KERJA

Shanto/Editor