​UU 7 TAHUN 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

a. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang mempekerjakan buruh dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak, baik milik swasta maupun milik Negara.

b. Pengusaha adalah:

1. Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu perusahaan milik sendiri.

2. Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.

3. Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana  dimaksud pada angka 1 dan angka 2, yang berkedudukan di luar Indonesia.

c. Pengurus adalah orang yang ditunjuk untuk memimpin suatu perusahaan;

d. Buruh adalah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan dengan menerima upah;

e. Mendirikan perusahaan adalah sejak perusahaan itu melakukan kegiatan fisik perusahaan dan atau memperoleh izin;

f. Menghentikan perusahaan adalah menghentikan kegiatan usaha perusahaan tidak lebih dari satu tahun akan tetapi bukan bermaksud untuk membubarkan baik karena kemauan sendiri maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;

g. Menjalankan kembali perusahaan adalah mulai menjalankan kembali kegiatan perusahaan setelah diberhentikan sebelumnya;

h. Memindahkan perusahaan adalah memindahkan tempat kedudukan dan atau lokasi perusahaan, atau mengalihkan pemiliknya;

i. Membubarkan perusahaan adalah menghentikan kegiatan perusahaan untuk selama-lamanya;

j. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenaga kerjaan.

Pasal 2

Usaha sosial dan usaha-usaha lain yang tidak berbentuk perusahaan diperlakukan sama dengan perusahaan apabila mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain sebagaimana layaknya perusahaan memperkerjakan buruh.

MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 3

Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 8 ayat (2) merupakan bahan informasi resmi bagi Pemerintah dalam menetapkan kebijaksanaan di bidang ketenaga kerjaan.

KEWAJIBAN MELAPORKAN DAN SYARAT-SYARATNYA

Pasal  4

(1) Pengusaha atau pengurus wajib melaporkan secara tertulis setiap mendirikan, menghentikan, menjalankan kembali, memindahkan atau membubarkan perusahaan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Baca juga:  THR KEMBALI DICICIL, PEKERJA PT VGA DATANGI MANAGEMEN

(2) Jika suatu perusahaan mempunyai kantor cabang atau bagian yang berdiri sendiri, kewajiban yang ditetapkan dalam ayat (1) berlaku terhadap masing-masing kantor cabang atau bagian yang berdiri sendiri itu.

Pasal 5

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4, Menteri mengatur lebih lanjut tentang penahapan perusahan-perusahaan yang dikenakan wajib lapor.

Pasal 6

(1) Pengusaha atau pengurus wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah mendirikan, menjalankan kembali atau memindahkan perusahaan.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memuat keterangan:

a. identitas perusahaan;

b. hubungan ketenaga kerjaan;

c. perlindungan tenaga kerja;

d. kesempatan kerja.

(3) Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat mengatur lebih lanjut perincian keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

Pasal 7

(1) Setelah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, pengusaha atau pengurus wajib melaporkan setiap tahun secara tertulis mengenai ketenaga kerjaan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Ketentuan Pasal 6 ayat (2) berlaku pula untuk laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 8

(1) Pengusaha atau pengurus wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum memindahkan, menghentikan atau membubarkan perusahaan.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memuat keterangan:

a. nama dan alamat perusahaan atau bagian perusahaan;

b. nama dan alamat pengusaha;

c. nama dan alamat pengurus perusahaan;

d. tanggal memindahkan, menghentikan atau membubarkan perusahaan;

e. alasan-alasan pemindahan, penghentian atau pembubaran perusahaan;

f. Kewajiban-kewajiban yang telah dan akan dilaksanakan terhadap buruhnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian kerja, perjanjian perburuhan dan kebiasaan-kebiasaan setempat.

Baca juga:  TEMUI BURUH, KEPALA DISNAKERTRANS PROVINSI BANTEN BERKOMITMEN SELESAIKAN MASALAH KETENAGAKERJAAN DI BANTEN

g. jumlah buruh yang akan diberhentikan.

TATA CARA PELAPORAN

Pasal 9

Menteri mengatur tatacara laporan dan menetapkan bentuk laporan yang memuat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), dan Pasal 8 ayat (2).

KETENTUAN PIDANA

Pasal 10

(1) Pengusaha atau pengurus yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 13 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- .(satu juta rupiah).

(2) Dalam pengulangan pelanggaran untuk kedua kali atau lebih setelah putusan yang terakhir tidak dapat diubah lagi, maka pelanggaran tersebut hanya dijatuhkan pidana kurungan.

(3) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan pelanggaran.

Pasal 11

(1) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan oleh suatu persekutuan atau suatu badan hukum, maka tuntutan pidana dilakukan dan pidana dijatuhkan terhadap pengurus dari persekutuan atau pengurus badan hukum itu.

(2) Ketentuan ayat (1) berlaku pula terhadap persekutuan atau badan hukum lain yang bertindak sebagai pengurus dari suatu persekutuan atau badan hukum lain itu.

(3) Jika pengusaha atau pengurus perusahaan sebagaimana disebut dalam ayat (1) dan ayat (2) berkedudukan di luar wilayah Indonesia, maka tuntutan pidana dilakukan dan pidana dijatuhkan terhadap wakilnya di Indonesia.

Pasal 12

Selain dari pegawai penyidik umum, maka kepada pegawai pengawas perburuhan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Nomor 23 Tahun 1948, diberikan juga wewenang untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya.

Shanto dari narasumber bapak Djoko Heriono Ketua Bidang DPP SPN Bidang Advokasi/Coed