Ilustrasi
Produk tekstil impor dari China semakin deras masik ke Indonesia dan mengancam keberlangsungan produksi tekstil tanah air
(SPNEWS) Jakarta, Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan salah satu industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Industri ini tercatat mampu menyerap 3,96 juta tenaga kerja dari berbagai golongan mulai dari unit usaha besar, menengah, dan paling banyak dari industri kecil menengah (IKM). Akan tetapi, belakangan industri tekstil dan pakaian jadi dalam negeri mulai digeser oleh serbuan barang impor.
Hal itu mengancam keberlangsungan industri ini, terutama IKM. Menurut ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati tanpa perlindungan yang baik dari pemerintah terhadap industri TPT dalam negeri, bisa mengancam keberlangsungan hidup lebih kurang 407.000 IKM. Lalu, sedikitnya 2 juta tenaga kerja yang menggantungkan nasib di industri ini juga terancam terkena PHK.
“Kalau kepastian pasar direbut dan digeser oleh impor maka ini adalah bumerang,” ujar Enny dalam diskusi virtual, (22/4/2021).
Enny mengungkapkan, serbuan impor pakaian terjadi karena regulasi kurang tegas. Produk pakaian bebas masuk tanpa pengenaan tarif ataupun regulasi nontarif. Kebijakan yang kurang tegas ini terjadi pada berbagai jenis pakaian jadi seperti atasan kasual dan formal, bawahan, terusan, outwear, headwear, hingga pakaian bayi. Tak ketinggalan juga berbagai produk muslim mulai dari gamis, baju toko hingga hijab..
Kondisi ini menunjukkan struktur tarif industri TPT tidak memiliki keberpihakan terhadap perlindungan dan pengamanan produk dalam negeri. Akibatnya, berbagai produk impor pakaian jadi bebas masuk dan mengancam keberlangsungan produsen dan tenaga kerja pada industri tekstil di dalam negeri.
Impor TPT paling banyak masuk dari China dan Thailand yang dijual dengan harga yang jauh lebih murah. Hal ini menyebabkan produsen dalam negeri khususnya IKM menjadi tertekan, dan pilihan berhenti produksi atau PHK karyawan bakal jadi solusi yang bakal diambil mereka.
“Kalau kita dapat gempuran dari impor maka siapa yang akan beli produk IKM kita apalagi dengan harga yang sangat murah,” katanya.
Hal ini, ujung-ujungnya bisa berdampak pada pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19. Pemulihan ekonomi Indonesia bisa terlambat karena rendahnya daya beli masyarakat akibat pengangguran tambahan dari industri TPT.
Untuk mencegah hal itu terjadi, menurut Enny pemerintah perlu menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Caranya adalah dengan membatasi impor tekstil agar IKM Indonesia bisa bangkit yang otomatis berpotensi terhadap penciptaan lapangan kerja baru.
“Lapangan kerja itu bisa di-create jika industri IKM kita punya yang namanya kepastian pasar,” imbuhnya.
SN 09/Editor