(SPN News) Bogor, Setelah dikeluarkannya PP No 78 tentang Pengupahan sebagai bagian paket kebijakan ekonomi IV yang dikeluarkan oleh pemerintahan Jokowi – JK, gelombang aksi terus menerus dilakukan oleh Serikat Pekerja / buruh diberbagai wilayah di Indonesia.

Demikian pula di Kota Bogor, pada tanggal 17 November 2015, buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) dan Serikat Pekerja Indonesia (SPIN) melakukan aksinya di depan Gedung DPRD Kota Bogor. Aksi ini dilakukan agar DPRD sebagai representasi rakyat peka terhadap nasib rakyat khususnya rakyat buruh, akibat kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada nasib dan kepentingan buruh.

Pada pukul 08.00 WIB massa aksi mulai berdatangan ke lapangan Heulang yang mana lapangan tersebut menjadi titik kumpul para peserta aksi dari berbagai wilayah se-Kota Bogor. Kemudian masa aksi mulai bergerak konvoi dengan menggunakan kendaraan roda dua menuju Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor.
Perwakilan buruh akhirnya diterima oleh Komisi D DPRD Kota Bogor dalam hal ini diwakili oleh Ujang Sugandi selaku Ketua Komisi D, Murtado selaku Sekretaris Komisi D, Drs. Anas Ramana, MM selaku Kepala Dinas Sosial, tenaga kerja dan transmigrasi kota bogor serta Samson Purba, SE.MM selaku Sekretaris Dinas Sosial, tenaga keja dan transmigrasi kota bogor.

Baca juga:  BERAWAL MENUNTUT HAK NORMATIF DI PT GNI, AMIRULLAH DAN MINGGU BULU BERAKHIR JADI TERSANGKA

Dalam pertemuan tersebut perwakilan buruh menyampaikan beberapa aspirasi diantaranya antaranya, agar DPRD Kota Bogor membuat rekomendasi kepada Pemerintah Pusat maupun DPR RI untuk mengkaji ulang Peraturan Pemerintah (PP) No 78 tahun 2015 tentang Pengupahan : Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) menuntut melalui wakilnya yang duduk dalam Dewan Pengupahan harus dilibatkan dalam menentukan kenaikan upah minimum, kenaikan upah wajib dirundingkan dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB), perubahan item Kebutuhan Hidup Layak (KHL ) yang saat ini 60 item ditingkatkan menjadi 84 item, menuntut agar struktur dan skala upah menjadi wajib dilaksanakan di perusahaan serta menerapkan sangsi pidana bagi yg tidak menjalankan, tingkatkan fungsi pengawasan baik dari legislatif maupun yudikatif terhadap perusahaan-perusahaan yang ada di kota Bogor, penolakan upah murah, hapuskan kerja kontrak dan Outsorching, menuntut kenaikan upah Kota Bogor 22% atau sekitar Rp. 3.300.000,-, serta menuntut diberlakukannya Upah sektoral Kota Bogor tahun ini.

Baca juga:  PT CAU DAN WASNAKER MANGKIR UNDANGAN MEDIASI

Dengan alasan Ketua DPRD kota Bogor Untung Maryono dan walikota Bogor sedang tugas keluar kota, surat rekomendasi yang diminta oleh perwakilan buruh tidak bisa diberikan, akan tetapi Ketua Komisi D DPRD Kota Bogor menjanjikan akan dipertemukan langsung dengan Walikota dan Ketua DPRD Kota Bogor.

Inaken/Jabar 7