Ilustrasi

Pemulihan ekonomi tergantung kepada keberhasilan pemulihan kesehatan

(SPNEWS) Jakarta, Menteri Keuangan Periode 2013-2014 Chatib Basri membeberkan proyeksi perekonomian Indonesia di tahun 2021. Proyeksi itu dipaparkan Chatib dalam webinar Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia “Covid-19 dan Percepatan Pemulihan Ekonomi 2021: Harapan, Tantangan, dan Strategi Kebijakan” yang ditayangkan di kanal Youtube Universitas Indonesia, (27/1/2021).

“Kita sebetulnya sudah melewati situasi terburuk Di triwulan III sudah membaik ke minus 3,5%, mungkin masih akan negatif di triwulan IV. Tetapi kalau tren ini terus berlanjut saya melihat bahwa ada kemungkinan kita akan mencatatkan pertumbuhan positif itu di triwulan I 2021,” ujarnya.

“Jadi pemulihan ekonomi dari GDP itu bentuknya akan seperti swoosh shape, ini adalah lambang NIKE. Jadi yang terburuk itu sudah terjadi di triwulan II 2020. Karena itu saya cukup optimis,” lanjut Chatib.

Kendati demikian, dia bilang swoosh shape hanya dapat terbentuk apabila pandemi Covid-19 tidak merebak lagi.

“Kalau pandemi merebak lagi, maka pemulihan kita tidak akan berbentuk swoosh shape atau logo NIKE, tetapi berbentuk huruf W atau whisky di mana terburuk terjadi di triwulan II 2020, membaik, tetapi kemudian kalau pandeminya merebak, dia akan turun lagi,” kata Chatib.

“Karena itulah saya katakan penanganan pandemi Covid-19 itu menjadi kunci. Kesehatan adalah kunci, tanpa pemulihan kesehatan ekonomi kita tidak akan bisa pulih,” lanjutnya.

Chatib mengatakan bahwa stimulus fiskal pemerintah, terutama bantuan sosial, berhasil karena berhasil mengangkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Imbasnya adalah per triwulan III-2020, perekonomian Indonesia mengalami kontraksi lebih kecil.

Baca juga:  TUNJANGAN PHK APAKAH SUATU KENISCAYAAN ?

Chatib pun menyinggung dua sektor yang akan survive di tengah pandemi Covid-19.

“Sektor mana yang akan survive di tengah kondisi ini. Satu, health. Kedua, sektor yang mampu bertransformasi ke digital,” ujarnya.

Chatib lantas teringat momen krisis 1998. Saat itu, para artis sampai harus menjual makanan lewat warung tenda.

“Sekarang hal yang sama juga terjadi, tetapi tidak mungkin dengan warung tenda, yang dilakukan adalah menjual makanan melalui Instagram, melalui Facebook. Coba lihat ibu-ibu sekarang hampir semua isinya adalah dapur macam-macam di mana mereka bisa survive,” kata Chatib.

Oleh karena itu, dia bilang ada perubahan perilaku di mana orang-orang melakukan penyesuaian.

“Saya kira yang terjadi adalah accidental transformation di mana transformasi kepada digital akan terjadi lebih cepat dari pada yang kita perkirakan. Ini akan membuat sebuah peluang bisnis yang luar biasa,” ujar Chatib.

Masih di acara yang sama, eks Kepala BKPM itu juga menganalisis perilaku kelas menengah atas Indonesia yang masih menahan belanja di tengah pandemi Covid-19. Mengapa itu bisa terjadi?

“Karena porsi terbesar dari kelompok menengah atas itu adalah entertainment itu adalah housing, itu adalah durable goods, dan orang tidak mungkin beli mobil tiap bulan, orang tidak mungkin beli rumah tiap bulan, porsi makanan itu porsinya hanya 9%,” ujar Chatib.

Baca juga:  PERINGATAN HUT PSP SPN PT FREETREND KE 7

“Yang terbesar dari kelompok menengah atas itu adalah entertainment. Dengan adanya pandemi aktivitas entertainment itu berhenti, leisure itu berhenti. Yang besar juga itu adalah traveling. Ini yang menjelaskan ini bagaimana leisure itu masih rendah. Padahal ini adalah bagian terbesar dari konsumsi kelas menengah atas,” lanjutnya.

Oleh karena itu, Chatib menilai konsumsi kelas menengah akan pulih apabila pandemi Covid-19 bisa diselesaikan.

“Karena itu saya mengatakan bahwa fokus kepada kesehatan itu menjadi sesuatu yang sangat penting,” katanya.

Ekonom UI ini pun bicara soal perubahan perilaku kelas menengah di tengah pandemi Covid-19. Hal itu terbukti dari peningkatan penjualan sejumlah barang yang berkaitan dengan hobi.

“Ada kategori jenis barang yang sales-nya naik 40% di atas kondisi normal? Itu barangnya adalah sepeda, ornament plant, ikan cupang, aktivitas yang berhubungan dengan hobi. Karena orang itu harus mengubah aktivitas dari leisure-nya kepada aktivitas yang berhubungan dengan hobi,” ujar Chatib.

“Apakah ada pola dari traveling yang meningkat? Ada, orang menghindari pesawat, dia melakukan road trip. Apakah ada hotel yang booming? ada, yang caranya adalah resort atau bungalow. Karena dia menghindari kerumunan sifatnya private. Apakah ada restoran yang doing well? Ada, kalau dia bisa mempersiapkan yang namanya private room. Jadi ada perubahan, the challenging dari consumer behaviour yang terjadi di sini,” lanjutnya.

SN 09/Editor