(SPNEWS) Serang, (30/12/2021) Berdasarkan hasil audensi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten akan menindaklanjuti penyampaian perwakilan buruh. DPRD akan membuat surat secara kelembagaan kepada Gubernur Banten agar segera merevisi Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Se-Provinsi Banten tahun 2022 dan mencabut laporan di Polda Banten terkait insiden tanggal 22 Desember lalu.

Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Ketua DPRD Banten, M. Nawa Said Dimyati setelah mendengarkan penyampaian dari perwakilan buruh yang hadir dalam Audensi di Kantor DPRD Provinsi Banten. “Setelah saya menyimak, saya mempunyai pandangan. Pertama, ini sebenarnya masalah komunikasi, yang satu pake PP 36/2021 dan yang satu nya tidak mau menggunakan PP 36/2021.” Tambah M Nawa Said Dimyati yang akrab disapa Cak Nawa.

Baca juga:  RAPAT DEPEKAB TANGERANG TERKAIT PENETAPAN UMSK TAHUN 2018

Lanjutnya, baik yang ada di Dewan Pengupahan dan juga Disnaker seharusnya memberikan banyak opsi kepada Gubernur Banten sebelum mengambil sebuah keputusan. Karena ternyata DKI Jakarta bisa merivisi terkait dengan UMP, bahkan Provinsi Jawa Barat sedang dalam proses revisi UMK. Artinya, harus tetap dibuka ruang komunikasi, bisa atau tidaknya naik UMK di Provinsi Banten.

Point Kedua, Cak nawa menjelaskan, Eksen-ekses terjadi kemarin sebenarnya bukan sebuah Grand Design yang kemudian di media masa ini diblow up masalah pribadi antara Wahidin Halim dengan Buruh. Padahal menurutnya ini adalah masalah keinginan buruh dengan peraturan perundang-undangan.

“Jadi saya sependapat dengan tanggapan Mas Puji dan harapan kawan-kawan semua. Kalau seandainya Gubernur itu yang membuat LP maka harus mencabut LP. Kalau Kepolisian menganggap bahwa disitu ada dugaan tindak pidana, tolong lebih memakai pendekatan Restorative Justice,” imbuhnya.

Baca juga:  TINDAK KEKERASAN PEKERJA KORSEL BERUJUNG PENJARA

Meskipun Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/II/2021 itu merupakan ranahnya di Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Nawa mengungkapkan, dalam kasus buruh di Banten yang memang bukan design tetapi hanya spontanitas, pendekatan ini bisa digunakan oleh aparat yang berwajib.

Point Ketiga disampaikan M Nawa, agar semua pihak baik Gubernur Banten maupun pihak buruh sama-sama enak, Gubernur meminta maaf apabila ada salah kata atau kata-katanya disalah pahami. Begitupun pihak buruh juga disampaikan hal yang sama, sehingga ketika frekuensi emosi sama sudah adem, kondisi dan komunikasi berjalan baik.

SN 01/Editor