Ilustrasi

(SPNEWS) Jakarta, Badan Legislatif DPR RI menyepakati RUU terkait penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU (15/2/2023).

“Setelah mendengarkan tanggapan masing-masing fraksi, dimana kita ketahui ada 7 fraksi ,menyetujui dan 2 menolak, DPD RI dan pemerintah, kami bertanya apakah hasil pembahasan terhadap RUU tentang penetapan Perppu No. 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU dapat disetujui untuk dilanjutkan ke pembicaraan tingkat II?” kata Wakil Ketua Badan Legislatif DPR RI M Nurdin dalam rapat kerja bersama dengan pemerintah, (15/2/2023).

Dari seluruh fraksi, sebanyak 2 fraksi menolak menyetujui RUU tersebut, diantaranya Fraksi Demokrat dan PKS.

Anggota Baleg Fraksi Demokrat Santoso menyampaikan bahwa Perppu Cipta Kerja tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghendaki pelibatan masyarakat dalam prosesnya.

“Setelah dinyatakan inkonstitusional bersyarat, MK secara jelas meminta proses legislasi yang aspiratif, partisipatif, dan terlegitimasi, bukan justru mengganti UU dengan Perppu, bahkan tidak tampak perbedaan signifikan isi Perppu dengan materi UU sebelumnya.

Baca juga:  MENILIK UU NO 11 TAHUN 2020 DALAM PERSPEKTIF AKADEMISI

Selain itu, Santoso memandang bahwa kehadiran Perppu Cipta Kerja catat secara konstitusi. Pasalnya, tidak ada argumen yang rasional dari pemerintah terkait kegentingan yang memaksa yang menjadi latar belakang lahirnya Perppu tersebut.

“Kami menilai bahwa hadirnya Perppu bukan menjadi solusi dari permasalahan ketidakpastian hukum dan ekonomi di Indonesia, terbukti pasca terbitnya Perppu, masyarakat dan kaum buruh masih menggugat skema upah minimum, aturan outsourcing, perjanjian kerja waktu tertentu, aturan PHK, skema cuti dan lainnya,” jelasnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa penerbitan Perppu Cipta Kerja dilatarbelakangi oleh upaya pemerintah dalam mengantisipasi dinamika perekonomian gobal yang berdampak signifikan pada penciptaan lapangan kerja.

“Ini juga sebagai upaya pencegahan sebelum krisis yang jauh lebih baik daripada upaya yang diambil setelah krisis,” kata dia.

Airlangga mengatakan, penerbitan Perppu Cipta Kerja juga diikuti dengan kebijakan lainnya di sektor keuangan, seperti UU Pengembangan dan Penguatan sektor Keuangan dan revisi kebijakan terkait devisa hasil ekspor, untuk mengantisiapsi penurunan ekonomi global.

Baca juga:  TAK ADA RUANG NEGOSIASI BAGI BURUH UNTUK NEGOSIASI KENAIKAN UMP

Dia menambahkan, penerbitan Perppu juga memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha, termasuk usaha mikro, kecl, dan menengah, serta bagi para pekerja.

Sebagai informasi, pada November 2021, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan pembentukan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat atau inkonstitusional sepanjang tidak diperbaiki pembentuk UU.

Ada beberapa poin uji materi dengan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 ini. Pertama, meski UU Cipta Kerja inkonstitusional, regulasi ini tetap berlaku sampai ada revisi dengan tenggat waktu 2 tahun sejak putusan atau hingga 25 November 2023.

Kedua, apabila sampai dengan 25 November 2023 UU yang baru tidak juga dibuat, maka UU Cipta Kerja yang sekarang menjadi tidak berlaku. Semua yang sudah diubah oleh UU Cipta Kerja menjadi berlaku lagi.

Ketiga, meminta pemerintah menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Selain itu tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.

SN 09/Editor