Gambar Ilustrasi

Pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merekomendasikan stimulus seperti penundaan dan cicilan pembayaran tagihan listrik hingga kebijakan pengamanan perdagangan atau safe guard untuk produk pakaian jadi

(SPN News) Jakarta, para pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merekomendasikan stimulus seperti penundaan dan cicilan pembayaran tagihan listrik hingga kebijakan pengamanan perdagangan atau safe guard untuk produk pakaian jadi demi mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Permintaan ini sebagai upaya lanjutan harmonisasi tarif dari hulu ke hilir yang diperuntukan bagi produsen hilir TPT dan industri kecil menengah.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa mengungkapkan, asosiasi merespon cepat kejadian luar biasa terkait penyebaran Covid-19 yang berdampak pada industri. Upaya pemerintah dalam enam bulan terakhir, sambung Jemmy, cukup membantu namun hal tersebut tidaklah cukup terkait perkembangan wabah Covid-19.
“Dalam 10 hari terakhir, tren berbalik. Permintaan menurun tajam, komitmen permintaan ada juga yang dibatalkan. Ini serentak dalam skala besar, makanya kami mohon relaksasi,” ujar Jemmy (23/3/2020).

Direktur Utama CV Blessing, Chandra Setiawan memaparkan, dia menolak apabila pemerintah memberlakukan relaksasi untuk impor karena bakal memukul industri dalam negeri.
“Industri kain yang memenuhi (kebutuhan) industri pakaian jadi akan kena, usaha kain dalam negeri dan industri benang di hulunya juga akan kena. Jadi harus dilihat supply chain tekstil itu panjang dari hulu ke hilir,” kata Chandra yang juga Wakil Ketua API dari sektor perdagangan dalam negeri.

Baca juga:  AUDENSI SP/SB DENGAN BUPATI MOROWALI

Chandar menilai, negara-negara lain yang sudah pulih dari wabah Covid-19 pasti akan segera membanjiri Indonesia dengan produknya. Selain itu, harga yang ditawarkan pasti akan lebih murah. Kondisi ini bakal merugikan pelaku usaha karena pasar yang ada sekarang semakin sempit, sementara barang import banyak.

“Jika pakaian jadi tidak ada pengendalian impor atau tata niaga, di hilir pasti banyak yang tergusur. Bukan butuh bahan baku murah tapi perlindungan pasar dalam negeri agar industri kecil menengah bisa tetap jual produknya di dalam negeri,” tegas Chandra.

Secara umum, ungkap Jemmy, kondisi pasar terus berubah setiap harinya. Dia mengilustrasikan hasil monitoringnya ke Pasar Tanah Abang awal pekan ini yang memperlihatkan sebagian besar sudah mulai tidak beroperasi. “Mungkin daya serap tekstil dalam negeri sangat menurun dibandingkan minggu lalu,” imbuhnya.

Makanya, sambung Jemmy, pihaknya meminta perhatian dari pemerintah agar pelaku industri bisa memperpanjang ‘nafas’ usahanya. “Kita hindari PHK (pemutusan hubungan kerja), butuh insentif dari PLN misal 50 persen kita bayar dan 50 persennya pakai giro mundur agar bisa bernafas lebih panjang,” imbuhnya.

API merekomendasikan percepatan implementasi penurunan harga gas ke US$ 6/mmbtu mulai April 2020. Selain itu, penundaan pembayaran 50 persen tagihan PLN untuk 6 bulan ke depan (April sampai September 2020) dengan jaminan cicilan berupa giro mundur selama 12 bulan. “ Pemberian diskon tarif waktu beban idle yaitu untuk pukul 22:00-06:00 sebesar 50 persen,” ungkap Jemmy.

Baca juga:  KEPALA DESA SUSUK AROGAN, MELARANG KEBEBASAN BERSERIKAT DI KUTAI TIMUR

Redma Gita Wirawasta, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia, menuturkan, bantuan dari sektor perbankan seperti penundaan sementara pembayaran pokok pinjaman minimal satu tahun tanpa limitasi jumlah kredit bisa memberikan sumbangan berarti buat para pengusaha industri TPT. Selain itu ada juga penurunan bunga kredit pinjaman, serta stimulus modal kerja agar industri bisa tetap berproduksi dan memperkecil potensi PHK.

Dari sektor perpajakan, pelaku usaha juga menekankan pentingnya pemberian keringanan pajak PPH Badan 50 persen untuk tahun 2020.

Anne Patricia Sutanto, Wakil Direktur Utama PT Pan Brothers Tbk mengusulkan kesempatan perbaikan SPT Badan dan Pribadi dengan membayar pokoknya saja dan menghapuskan sanksi. Menurutnya, penundaan tenggat pembayaran PPH Badan yang semula 30 April menjadi 30 Oktober dan PPH Pribadi yang semula 31 Maret menjadi 30 September 2020 dengan penghapusan denda dan bunga bisa jadi stimulus berarti buat pelaku usaha.

“Memperpanjang masa pembayaran PPN Keluaran menjadi 90 hari, sebagai contoh yang sekarang berjalan penjualan Maret PPN harus disetor April, kita mohon diperpanjang menjadi Juli. Pertimbangannya adalah barang yang dijual rata rata tempo pembayarannya 120 hari dan sebagai antisipasi perpanjangan waktu pembayaran lanjutan dari konsumen sebagai dampak dari pelambatan pasar,” ungkap Anne.

SN 09/Editor