Banyak pendapat yang menyatakan bahwa defisit keuangan BPJS Kesehatan adalah karena ketidakmampuan direksi mengelola keuangan BPJS.
(SPN News) Jakarta, Ketidakmampuan Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melaksanakan tugas telah menyengsarakan rakyat. Karena BPJS terus mengalami defisit anggaran, maka berimbas Pemerintah berencana menaikkan iuran.
Ekonomi Politik Kusfiardi, di mana ia menilai defisitnya anggaran BPJS perlu dievaluasi secara komperehensif. Sebab belum tentu defisit tersebut disebabkan oleh peserta yang menunggak iuran.
“Kita harus tahu kenapa itu defisit. Jangan-jangan itu yang ngurusin BPJS yang nggak bener,” tuturnya (09/10/2019).
Ketika dimintai pendapatnya mengenai kenaikan iuran BPJS, yang sering disebut terlalu kecil, pendiri FINE Institute tersebut menyanggah bahwa alasan itu terlalu mengada-ada.
“Itu kan udah ketahuan. Iuran berapa untuk meng-cover pengelolaannya seperti apa. Artinya kalau BPJS rugi yang nggak becus pengelolanya,” ujarnya.
Menurut Kufiardi, harusnya pemerintah melakukan evaluasi terhadap direksi BPJS Kesehatan apabila tidak mampu menjalankan tugasnya. Kebijakan dengan menjadikan rakyat sebagai korban untuk menanggung masalah defisit BPJS kesehatan adalah tindakan yang tidak adil.
“Kalau yang salah pengelolanya, tapi yang disuruh nanggung peserta BPJS dengan meningkatkan iuran, itu kan nggak fair. Kalau yang nggak becus direksinya, ya direksinya saja yang diganti,” ujarnya.
Diketahui beban defisit yang mesti ditanggung BPJS Kesehatan hingga akhir 2019 nanti berpotensi mencapai Rp 32,84 triliun. Angka tersebut sudah termasuk gagal bayar sebesar Rp 9,1 triliun yang tidak dapat ditopang oleh BPJS Kesehatan selama 2018.
SN 09 dikutip dari berbagai sumber/Editor