SPN News, Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% memicu kritik dari berbagai kalangan. Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai bahwa kebijakan ini terlalu memberatkan masyarakat menengah ke bawah dan merekomendasikan alternatif yang lebih adil dan progresif.

Salah satu rekomendasi Celios adalah penerapan pajak kekayaan (wealth tax), yang menyasar individu berpenghasilan tinggi. Pajak ini dianggap lebih adil karena tidak membebani masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu, Celios mengusulkan optimalisasi penerimaan negara dari pajak sektor tambang dan digital. Potensi penerimaan dari kebocoran pajak kelapa sawit saja mencapai Rp300 triliun, jauh lebih signifikan daripada kenaikan PPN.

Langkah lain yang diusulkan adalah penerapan pajak karbon dan pajak windfall pada sektor komoditas. Kedua pajak ini dapat meningkatkan penerimaan negara sekaligus mendukung transisi energi dan mengurangi dampak lingkungan. Celios juga menyarankan penghematan APBN dengan menunda proyek besar seperti IKN dan mengurangi penyertaan modal pada BUMN yang tidak produktif.

Baca juga:  Gen Z Hadapi Beban Baru: Dampak Kenaikan PPN 12%

Dengan pendekatan ini, pemerintah dapat menghindari dampak negatif kenaikan PPN, seperti penurunan daya beli, perlambatan ekonomi, dan ketimpangan sosial.

PPN 12% bersifat regresif, membebani masyarakat kecil secara tidak proporsional. Dengan alternatif pajak yang lebih progresif dan kebijakan penghematan anggaran, Indonesia dapat meningkatkan penerimaan tanpa mengorbankan kesejahteraan masyarakat.