Penulis adalah seseorang yang bukan siapa-siapa yang hanya beruntung saja bisa menghadiri dan menjadi saksi dalam acara sidang Majelis Nasional SPN II.
Sidang MAJENAS SPN II berlangsung dari tanggal 10 – 12 februari 2016 bertempat di ruang ball room hotel Pandanaran Semarang Jawa Tengah, sebuah hotel yang prestius karena merupakan hotel kelas bintang 4 di Semarang yang mungkin bagi sebagian besar buruh dan pekerja hanya akan menjadi mimpi untuk menginap disana apalagi bagi buruh/pekerja yang sudah bekerja.
Mungkin yang menjadi pertimbangan dari panitia adalah agar para delegasi menjadi nyaman dan dapat berkonsentrasi penuh untuk menghadiri sidang dan memutuskan hal-hal yang penting demi kesejahteraan SPN dimasa yang akan datang, tetapi menjadi suatu ironi karena dengan kenyamanan hotel ini akhirnya menjadikan sebagian besar delegasi dan peninjau menjadi nyaman dan betah di kamarnya masing-masing sehingga komitmen untuk menghadiri sidang tepat waktu hanya menjadi komitmen di lisan saja sehingga acara sidang selalu menjadi terlambat karena harus menunggu kumpulnya anggota delegasi dan peninjau.
Dan yang menjadikan lebih miris lagi adalah adanya pertanyaan dari sebagian anggota delagasi kepada panitia lokal tentang keberadaan tempat hiburan di sekitar kota Semarang.
Jalannya sidang paripurna pun menjadi suatu gambaran yang memilukan hati karena penulis melihat banyak peserta sidang yang tidak siap dalam mengikuti sidang, materi sidang mungkin memang baru diterima oleh seluruh delegasi dan peninjau tetapi kalau saja semua delegasi dan peninjau siap dan beritikad baik untuk memperbaiki organisasi ke depannya seharusnya setiap pembahasan rekomendasi bisa dilakukan dengan baik dan mengkesampingkan kepentingan dan egoisme kedaerahan masing-masing, karena hakekat dari kehadiran semua delegasi dan peninjau adalah untuk kesejahteraan dari seluruh anggotanya, tetapi kenyataannya adalah yang diperdebatkan adalah hal-hal yang jauh dari kepentingan dan keinginan anggota yaitu perlindungan atas upah, perlindungan diri dan keluarganya baik kesehatan maupun masa depannya, perlindungan atas pekerjaan dan dilingkungan kerjanya dan perlindungan atas aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang banyak merugikan kepentingan buruh/pekerja dalam memperoleh kesejahteraannya. Sebuah ironi yang memiriskan hati penulis karena terselenggaranya sidang ini menelan banyak biaya dan keberangkatan serta kedatangan delegasi dan peninjau pun pasti memakai uang kas yang dikumpulkan dari anggotanya.
Saya ingin mencoba mengusulkan beberapa hal saja, yang pertama mungkin acara-acara seperti ini tidak perlu diadakan di hotel mewah cukup dilakukan di tempat-tempat yang sederhana seperti sederhananya mayoritas kehidupan dari kaum buruh, kedua lokasi sidang jangan di kota besar apa lagi dekat dengan tempat-tempat hiburan, ketiga materi sidang disampaikan jauh hari sebelum sidang dilakukan agar menjadi bahan pembahasan di daerah dan tidak ada lagi alasan bahwa daerah belum mendengar wacana atau hal yang akan diputuskan dalam sidang, keempat harus ada ketegasan dari pengurus pusat agar hal-hal yang berkaitan dengan perbaikan organisasi ke depannya menjadi suatu hal yang diputuskan dalam persidangan karena sidang MAJENAS pada hakekatnya adalah untuk merumuskan dan memutuskan hal-hal yang menjadi perbaikan bagi organisasi ke depannya sehingga dapat memperjuangkan kepentingan anggotanya bukan kepentingan dari elit-elitnya dan kelima atau yang terakhir penulis berharap agar semboyan kebanggaan kita yaitu satu hati, satu tekad dan satu tujuan benar-benar menjadi satunya hati, satunya pemikiran, satunya perkataan dan satunya perbuatan dari para elit pimpinan SPN karena di pundak merekalah nasib dari 290.000 lebih anggotanya digantungkan, perbuatan baik akan menjadi amal baik dan perbuatan buruk kelak akan menjadi hal yang harus dipertanggungjawabkan.
SPN